CATATAN MUKTAMAR MAKASSAR
Hal : Pernyataan Sikap
Kepada yang terhormat;
Bapak kyai, Pengasuh/ Pimpinan Pondok Pesantren
Di
Kediaman
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله رب العالمين، والصلاة والسلام على أشرف الأنبياء
والمرسلين، سيدنا ومولانا محمد وعلى آله الطيبين الطاهرين, وصحابته الكرام
أجمعين.
Alhamdulillah, kita bersyukur kepada Allah SWT atas segala
Rahmat-Nya, sehingga kita tetap berpegang pada akidah Ahlussunnah
Wal-Jama’ah, semoga keadaan ini ditetapkan dan semakin dikokohkan Allah
SWT sampai akhir hidup kita, anak cucu kita ila yaumiddin, amin ya
robbal alamin.
Pasca Muktamar Makassar, dengan terpilihnya KH. Sahal
Mahfudl sebagai Rois Aam PBNU dan Said Aqil Siradj sebagai Ketua
Umumnya, juga melihat kenyataan yang ada, bahwa terpilihnya Sahal
Mahfudl-Said Aqil telah melanggar undang-undang dan tata tertib
pemilihan, yaitu kandidat bakal calon Ketua Umum PBNU tidak terlibat
dengan Jaringan Islam Liberal (JIL), Syi’ah dan faham-faham sesat
lainnya, adanya praktek money politik besar-besaran intervensi dari
penguasa pusat dan Barat dalam merusak NU khususnya menghancurkan NU
Jawa Timur yang notabene daerah asal kelahiran NU, dan juga dalam
rangka mengadu-domba para kyai/ Ulama. Inilah watak Yahudi-Zionis dalam
menghilangkan sejarah, kebangsaan seperti yang mereka lakukan di Negara
Palestina.
Beredarnya isu money politik ini dibenarkan oleh Lily
Wahid, anggota DPR RI dari PKB yang juga hadir dalam Muktamar tersebut,
Lily mengatakan bahwa ada uang dari Bank Century yang beredar di
Muktamar.
Keberadaan Muktamar Makassar sudah seperti perebutan
kekuasaan sebagaimana yang terjadi dalam pemilihan Kepala Desa, Pilkada,
Pilgub dan Pilpres. Misalnya pemasangan spanduk, dukungan secara
terbuka dari beberapa tokoh, ulama dan penggunaan nama besar seseorang
untuk kepentingan pribadi. Para kandidat juga melakukan sowan kepada
penguasa untuk mendapatkan dukungan, padahal berdasarkan tradisi NU para
kandidat seharusnya minta doa restu kepada kyai, ulama sepuh, dengan
begitu supremasi dan kharisma seorang kyai, ulama yang menjadi bagian
terpenting dalam NU tetap terjaga dan menjadi ciri khas.
Sebelumnya, Gerakan Penyelamat Nahdlatul Ulama (GPNU)
berhasil menagih komitmen anti money politik terhadap semua kandidat
calon ketua PBNU. “Komitmen tersebut kami wujudkan dalam bentuk tanda tangan surat pernyataan anti money politik pada semua kandidat” kata ketua GPNU, M. Khoirul Rijal.
Dalam surat pernyataan tersebut menyebutkan, NU didirikan
dengan tujuan untuk melestarikan, mengembangkan dan mengamalkan ajaran
ahlussunnah waljama’ah. Untuk menjaga nilai-nilai tersebut yang menjadi
arah perjuangan NU dalam Muktamar Makassar, para kandidat bakal calon
ketua umum PBNU harus berjanji menghindari money politik dalam pemilihan
tersebut, money politik selain melanggar nilai-nilai ajaran islam juga
akan akan menghancurkan arah perjuangan NU sebagai organisasi islam.
“tidak melakukan money poltik dalam Muktamar NU merupakan upaya
menyelamatkan NU dari ketidakadilan dan menjaga nilai-nilai demokrasi”
ujarnya.
Para kandidat yang bersedia mendatangani surat pernyataan
tersebut adalah KH. Sholahuddin Wahid, KH. Sa’id Aqil Siradj, KH.
Masdar Farid Mas’udi dan KH. Ahmad Bagja. Surat pernyataan
tersebut juga ditanda tangani oleh sejumlah kyai sepuh, diantaranya KH.
Abdullah Faqih, KH. Idris Marzuqi.
Begitu juga memandang kelancangan Said Aqil yang tanpa malu
dan canggung menghina dan merendahkan Nabi Muhammad SAW dan para
shahabatnya lewat makalahnya yang dipresentasikan dalam seminar nasional
Pergerakan Pelajar Mahasiswa Indonesia (PPMI) di Jakarta pada tanggal 8
Agustus 1995, dan juga di Kantor PBNU 19 Oktober 1996.
Dalam Makalahnya, dengan lancang Said Aqil secara
terang-terangan mengkritisi dan menghina Nabi Muhammad SAW dan para
Shahabatnya dengan pola pemikirannya yang ala Syi’ah-Yahudi,
diantaranya:
- 1. Dalam tulisan Said Aqil hal: 3 alinea ketiga disebutkan bahwasanya Abu Bakar terpilih bukan semata karena integritas pribadinya.
- 2. Kata Sa’id Aqil: “Karenanya, tidak mengherankan jika mengomentari pengakuan Abu Bakar sebagai Khalifah, Umar menyatakan bahwa terpilihnya Abu Bakar merupakan “faltatun min falaatatina ra’aaha Allah li-‘izzil Islam wa al-Muslimin”. Terpilihnya Abu Bakar merupakan suatu kesalahan.
- Dengan sangat lancang sekali, Sa’id Aqil juga menyatakan, bahwa “Kemampuan Rasulullah SAW meredam fanatisme kabilah belum tuntas”.
- Dalam hal. 3 alinea terakhir disebutkan bahwa tidak murtadnya penduduk Makkah adalah karena slogan yang digunakan oleh Abu Bakar di Saqifah Bani Sa’idah “al-Aimmat min Quraisy”.
- Dalam makalah Sa’id Aqil hal. 4 alinea ketiga, disebutkan bahwa terbunuhnya sayyidina Umar adalah provokasi munafiqin Bani Umayyah terhadap seorang budak yang bernama Abu Lu’lu’ah. Dan disitu juga tergambarkan bahwa Abu Lu’lu’ah sudah menjadi pegawai resmi Sayyidina Umar. Karena Khalifah Umar tidak mau meringankan jizyah-nya, maka Abu Lu’lu’ah nekat menikamkan pisaunya di perut Sayyidina Umar.
- Masih seputar Sayyidina Umar, bahwa menurut Sa’id Aqil, konon Sayyidina Umar adalah sebagai putra mahkota. Sehingga begitu khalifah Abu Bakar menjelang wafat, kekhalifahan diwasiatkan kepada Sayyidina Umar.
- Dalam hal. 5 alinea terakhir dari makalah Sa’id Aqil, disebutkan bahwa; “sejak terpilihnya Utsman yang tidak mempunyai bobot seperti yang dimiliki Ali, perselisihan mulai menjadi pertikaian terbuka”.
- 8. Dalam hal. 5, Sa’id Aqil juga menyatakan: “Dua orang inilah yang kuat, yang memiliki peluang besar menjadi khalifah. Tapi karena Abdurrahman bin Auf adalah keluarga Bani Umayyah, jatuhlah pilihannya kepada Utsman.
- Bukti lagi ke-Syi’ahan dan kesesatan Sa’id Aqil adalah pernyataannya bahwa karena suatu kesalahan, Marwan diusir Rasulullah SAW dari Makkah (Madinah…?)
- Sa’id Aqil juga mengatakan bahwa Abdullah bin Saba’ adalah tokoh fiktif, bahkan ada kemungkinan dia adalah Amar bin Yasir.
- Ditengah kericuhan karena kembalinya para demonstran dari tiga kota itu, anak Abu Bakar, Muhammad bin Abu Bakar menerjang Utsman yang sedang membaca al-Qur’an. Langsung dia menghunus pedang, memenggal kepala Utsman.
- Satu bukti lagi yang paling mengerikan dan menyesatkan bahwa gaya pemikiran Sa’id Aqil duplikat dari pemikiran Syi’ah yang memurtadkannya karena mendustakan Allah dalam al-Quran surat An-Nuur Ayat 11 yang menyatakan bahwa Aisyah bersih dari keserongan dan berita al-ifki (isu terbohong), adalah pernyataannya, “…di samping karena perempuan, juga antara Aisyah dan Ali memang terdapat hubungan kurang harmonis karena sikap minor dalam peristiwa haditsul ifki. Ketika tersebar isu Aisyah berzina dengan Sofwan, Ali bersikap; “Sudahlah Rasulullah, perempuan banyak, kalau yang satu serong, buang saja, kenapa sih”.
- Terhadap sayyidina Utsman pun, Sa’id Aqil memandang dengan kacamata buram, sehingga lidahnya tak kuasa untuk memilih kata terhormat yang agak sopan daripada kata “pikun” yang konotasinya adalah orang yang hilang ingatan.
14. Dalam kasus terjadinya surat yang menjadikan marah para
demonstran Mesir, Sa’id Aqil juga kurang percaya bahwa Sayyidina Utsman
benar-benar tidak membuatnya. Padahal Sayyidina Ali membenarkan
pengakuan khalifah Utsman.
Sai’d Aqil Siradj yang didukung oleh Gus Dur juga pernah
mempunyai gagasan untuk memodernisasikan pemikiran pengurus dan warga NU
dengan mengkaji ulang asas NU “Madzhaba al-Imamaini al-Asy’ary wal-Maturidiy” dan “Madzahibul Fuqoha’ al-Arba’ah”, dalam makalahnya yang disampaikan di gedung PBNU 19 Oktober 1996 M:
- Pada hal. 2 alinea II disebutkan: ‘melihat urgensinya aqidah tersebut, tidaklah mubadzir jika Nahdlatul Ulama’ (NU) meninjau kembali konsep aqidah yang menjadi pijakan dalam berorganisasi dan bermasyarakat’.
- Oleh Sa’id Aqil, kata “al-Nahdlah” diartikan “adanya kesadaran dan pengertian fakta historis secara khusus, membutuhkan kapasitas kemampuan untuk merenovasi kondisi yang kurang relevan berdasarkan fakta sejarah baik secara kultural maupun pemikiran”.
- Pada hal. 3 Sa’id Aqil mengungkapkan maqolah: المحافظة على القديم الصالح والأخذ بالجديد الأصلح menurut dia kaedah tersebut sangat masyhur di kalangan NU di setiap saat bahkan menjadikan motto perjuangan NU. Yang kami takutkan adalah kata “Al-Jadidul Ashlah” dibelokkan kepemikiran Liberal-Plural dan lain sebagainya, na’udzu billah min dzalik…!
- Dalam Bab I bag. A, tepatnya hal. 5 pada makalahnya Sa’id Aqil menyebutkan suatu statement yang sangat membahayakan bagi aqidah Ahlussunnah wal-Jama’ah al-Muttafaq ‘alaih. Sa’id Aqil menyatakan bahwa “Da’wah Rasulullah SAW itu sejak pertama kali muncul sudah bertendensi politis, yakni obsesi untuk menaklukkan imperius Persia dan Romawi (Bizantium) sebagai adikuasa dunia saat itu”. Menurut akidah kami, bahwa penaklukan tersebut adalah agar Hukum Syari’at Allah SWT berjalan diseluruh negeri, bukan sekedar meraih kekuasaan tanpa Syari’at Allah.
- Dalam mendefinisikan “Ahlussunnah wal-Jama’ah” Sa’id Aqiel mengatakan:
مَنهجُ الفِكر الدّيني المشتملُ على شُؤُون
الحياة ومُقتضاياتها القائم على أسس التوسُّط والتوازُن والتعادُل
والتسامُح
Yang kami takutkan dan sudah terjadi adalah
kalimat-kalimat tersebut diarahkan ke pemikiran-pemikiran
Liberal-Plural-Sekuler.
- Dalam bagian B, Sa’id Aqil menuturkan Ba’dl al-firaq al-Islamiyah wa-Ash-hab Dhuhurihi. Dan dalam penuturannya dia mengatakan bahwa madzhab Syi’ah menjadi madzhab resmi setelah Imam Ja’far al-Shadiq. Seolah-olah Imam Ja’far al-Shadiq adalah Mu-assis al-Madzhab al-Syi’iy, toh beliau pernah berkata “Waladani Abu Bakr Marratain”. Dan pula riwayat mutawatirah Imam Ali: خير هذه الأمة بعد نبيها أبو بكر ثم عمر
- Di akhir makalahnya Sa’id Aqil malah membuat suatu pernyataan yang sangat membahayakan dan tidak mencerminkan pemikiran dari ahlussunnah wal-Jama’ah (Madzahib Arba’ah). Katanya, “salah satu persoalan, misalnya dalam bernegara (baca; demokrasi) haruslah menerima seorang pemimpin (presiden) yang non muslim ataupun wanita”.
Melihat kenyataan yang ada, orang semacam Sa’id Aqil Siradj yang secara terang-terangan mengkritik
dan menghina serta merendahkan Nabi Muhammad SAW dan para shahabatnya,
menghina dan merendahkan konsep Ahlussunnah wal-Jama’ah KH. Hasyim
Asy’ari. Sa’id Aqil terlalu over dengan mengatakan bahwa penjelasan
konsep ahlussunnah KH. Hasyim Asy’ari sangat memalukan. Sungguh
pernyataan yang tidak berakhlaqul karimah..! masih pantaskah memimpin organisasi NU yang merupakan organisasi terbesar ummat Islam, yang kelahirannya untuk amar ma’ruf nahi munkar dengan menjaga dan menyebarkan faham ahlussunnah wal-jama’ah..?
Tidak merasa terhinakah kita kaum nahdliyyin punya pemimpin
yang menjadi Penasehat Pemuda Kristen Republik Indonesia, Said Aqil
juga pernah melakukan kufur Qouli, karena dia mengatakan bahwa tauhid
orang Islam dan Kristen sama saja, berarti Sa’id Aqil tidak mengindahkan
firman Allah SWT pada Surat Al-Maidah ayat 72, 73 dan 75 dan juga Surat
Attaubah ayat 29. dia juga pernah mengkafirkan Imam Ghozali, berpidato
di acara Arba’in-nya orang Syi’ah di Surabaya, Malang, dan peringatan
Karbala di Jakarta. Berkhotbah di gereja dalam acara Misa Kristiani di
sebuah gereja di Surabaya dengan background belakangnya berupa salib
patung Yesus dalam ukuran yang cukup besar. Beritanya pun dimuat Majalah
Aula milik warga NU. Dia juga pernah melontarkan gagasan pluralnya,
yaitu merencanakan pembangunan gedung bertingkat, dengan komposisi
lantai dasar akan diperuntukkan sebagai masjid bagi umat Islam,
sedangkan lantai tingkat satu diperuntukkan sebagai gereja bagi umat
Kristiani, lantai tingkat dua diperuntukkan sebagai pura bagi penganut
Hindu, demikian dan seterusnya.
Menurut keyakinan kami, Sa’id Aqil sudah terlibat dengan
kegiatan Zionis Internasional. Sebagai bukti, pernyataan Sa’id yang
menyatakan bahwa penggerak pemberontakan terhadap Khalifah Utsman bin
Affan bukan Abdullah bin Saba’, orang Yahudi tapi Ammar bin Yasir. Kita
tahu bahwa Abdullah bin Saba’ adalah orang Yahudi yang pura-pura masuk
Islam yang menggoncang Islam dan memberontak Khalifah Utsman. Untuk
membersihkan Yahudi, maka nama Abdullah bin Saba’ harus dihilangkan dari
sejarah. Sa’id Aqil juga menyatakan bahwa Abdullah bin Saba’ tidak ada
dalam sejarah, dan sengaja mengkambinghitamkan Ammar bin Yasir sebagai “biang kerok.”
Itu adalah pola pikir Zionis-Yahudi. Sebagaimana yang terekam dalam
kitab-kitab sejarah orang-orang Syi’ah-Orientalis yang menjadi rujukan
Sa’id Aqil. Padahal, Ammar bin Yasir adalah tergolong shahabat pertama
yang masuk Islam dan dijamin mendapat ridlo Allah SWT.
Kalau masalah ini diteruskan, NU bukan amar ma’ruf nahi munkar lagi
namun NU akan menjadi sumber kemunkaran dalam aqidah. Kalau sudah
begini, kemungkaran aqidah yang didepan mata akan kami lawan. Karena ini
masalah aqidah yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Kalau furu’ (cabang), itu masih bisa ditawar, dan faham Ahlussunnah wal-Jama’ah bukan golongan ekstrim.
Perbuatan Sa’id Aqil dalam pandangan para ulama adalah
sangat fatal akibatnya. Sebab, dalam pandangan mufti-mufti Maliky,
menghina Shahabat saja hukumnya adalah hukuman mati. Padahal di sini,
yang direndahkan martabatnya justru Rasulullah SAW, sehingga menurut
penjelasan dan penegasan Qadli ‘Iyadl dalam al-Syifa’nya, ulama
sepakat untuk mengeksekusi manusia terkutuk tersebut. Dan Imam
(penguasa) berhak untuk membunuhnya atau menyalibnya.
Memang dalam masalah ini, Ulama sangat tegas dan disiplin.
Sebab, dalam Surat an-Nur ayat 63, Allah SWT telah menegaskan pada
hambanya supaya mengagungkan Rasulullah SAW.
لَا تَجْعَلُوا دُعَاءَ الرَّسُولِ بَيْنَكُمْ كَدُعَاءِ بَعْضِكُمْ بَعْضًا [النور : 63]
“Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul diantara kamu seperti panggilan sebagian kamu kepada sebagian (yang lain). “.(QS. An-Nuur: 63)
Sehingga dalam memanggil Rasulullah SAW saja harus dengan kesopanan dan tidak menyebut nama beliau, tetapi dengan menyebut “ya Rasulullah SAW”.
Maka dari itu, perbuatan melecehkan kebesaran Nabi dengan mengatakan
bahwa Rasulullah SAW belum sempurna dalam menjalankan tugasnya. Itu
berarti sama saja dengan tidak mengindahkan firman Allah SWT dalam Surat
Ali Imron:
وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ
أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ
إِخْوَانًا [آل عمران : 103]
“Dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu
dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan
hatimu, lalu menjadilah kamu Karena nikmat Allah, orang-orang yang
bersaudara” (QS. Ali ‘Imran: 103)
Begitu juga Rois Aam terpilih, KH. Sahal Mahfudl terlalu
akrab dan lunak terhadap orang-orang Sekuler, Plural, Syi’ah serta
melindungi dan membela JIL dan golongan sesat lainnya serta membantu
kristenisasi lewat program KB, mendirikan bank konfensional “Artha Huda Abadi”,
padahal keputusan Muktamar NU ke-2 di Surabaya, 12 Rabiuts Tsani 1346
H/ 9 Oktober 1927 M, Muktamar NU ke-12 di Malang, 12 Rabits Tsani 1356
H/ 25 Maret 1937 dan Muktamar NU ke-25 di Surabaya, 20-27 Desember 1971
M, telah memutuskan tentang ke-haraman bunga Bank.
Sebagai Rois Aam, kyai Sahal bersama Ketua Umumnya, KH. Hasyim Muzadi pernah merintis kegiatan doa bersama lintas agama “Indonesia Berdo’a”
di Istora Senayan Jakarta 6 Agustus 2000, padahal keputusan Muktamar NU
ke-30 di Kediri, 21-27 Nopember 1999 M telah melarang kegiatan
tersebut, juga peringatan allah SWT pada surat Arra’d ayat 14.
Sebagai warga NU, Sepatutnya bertanya, mengapa PBNU
menerima kunjungan presiden Iran pada tanggal 22 Mei 2006 di Kantor
PBNU..? Padahal tidak rahasia lagi, pemerintah Iran menyediakan beasiswa
bagi pelajar Indonesia yang ingin belajar di Qum Iran, yang misinya
untuk belajar memperdalam aqidah Syi’ah yang salah satu ajarannya
mendiskreditkan hingga mencaci-maki bahkan sampai berani mengkafirkan
shahabat Nabi SAW, yang nantinya bisa disebarkan di Indonesia. Ataukah
KH. Sahal Mahfudl dan KH. Hasyim Muzadi sebagai pengurus besar NU pada
masa itu telah melakukan kontrak dengan mereka……..???
Melihat kenyataan di atas, kami menyatakan “Mufaroqoh”
dengan tidak mengakui duet kepemimpinan Sahal Mahfudl-Said Aqil, karena
menurut kami keberadaannya adalah cacat hukum, baik secara
organisatoris bahkan secara Syara’, bukan mufaroqoh dengan NU-nya,
karena NU masih banyak orang-orang ahlussunnahnya, tapi sayang
kebanyakan mereka terbius dengan uang.
Apakah pantas, kita yang berpredikat Kyai, pengasuh Pondok
Pesantren, lembaga pencetak generasi Islam yang menggaungkan amar ma’ruf
nahi munkar hanya bisa diam atau sekedar menggerutu, ingkar bil qolbi
melihat kemungkaran di depan mata, menyaksikan “Sang Penasehat Pemuda Kristen Republik Indonesia”
memimpin NU, organisasi sekaligus wadah perjuangan dan pelestarian
paham ahlussunnah wal-jama’ah. Apalagi mendukung kepemimpinannya
sekaligus bangga dengan merebaknya Pluralisme-Liberalisme-Sekulerisme
dikalangan pengurus NU dan warganya..? Apa jadinya NU di masa mendatang,
kalau pemimpinnya saja tidak ahlussunnah wal-jama’ah!!!??. Aqidah
jutaan warga pesantren dan nahdliyyin terancam diberangus…!
Naudzubillah min Dzalik……….
Ke mana ghiroh islamiyyah kita!!!?? Di mana loyalitas kita
pada Islam? pembelaan kita pada Al-Quran dan Syari’atnya, juga pada Nabi
Muhammad SAW dan para Shahabatnya? Lebih-lebih pada Allah SWT sebagai
Sang Khaliq. Bagaimana pertanggungjawaban kita sebagai pemimpin ummat di
hadapan Allah SWT kelak? Atau memang loyalitas dan ghiroh islamiyyah
kita sudah tergadaikan? Atau hilang tanpa bekas dari hati seorang
pemimpin ummat, sebagai kiblat para santri, panutan masyarakat.
Relakah kita melihat ribuan santri, jutaan masyarakat kita
larut dalam kebodohan dan ketidaktahuan, taklid buta terhadap NU yang
sudah mulai bergeser dari tujuan pendiriannya? Bergeser dari pakem
ahlussunnah wal-jama’ah dan ternodai namanya dengan maraknya money
politik dalam Muktamar dan pemilihan-pemilihan pengurus wilayahnya?
Ataukah sengaja kita korbankan mereka demi mempertahankan ketenaran dan pangkat/ jabatan baik formal atau non formal..?. Bagaimana perasaan KH. Hasyim Asy’ari dan KH. Abdul Wahhab Hasbullah rohimahumallah jika menyaksikan “NU masa kini” ? Betapa terkhianatinya beliau.
Bagi para kyai, ulama yang sudah masuk ataupun yang baru
akan diberi amanah untuk masuk dalam struktural NU menurut kami harus
diteruskan demi untuk memantau NU dari dalam, mengerem dan mempersempit
gerak langkah orang-orang Liberal-Sekuler juga untuk memberikan
informasi warga nahdliyin khususnya di Jawa Timur, wajib menjaga akidah
ahlussunnah wal Jama’ah dan Syariat Islam karena itulah makna dari
khittah NU 1926 yang sebenarnya, dengan menjegal dan melawan orang-orang
serta program-program Salibis-Zionis-Syi’ah-Pluralis-Liberalis
Sekuleris.
Apa yang kami lakukan ini semata-mata bentuk dari
tanggungjawab kami kepada Allah SWT, demi tegaknya yang haq. kami tidak
terima Hukum-Hukum Allah diselewengkan, direndahkan dan dimanipulasi
dengan pemikiran-pemikiran sesat yang berasal dari orentalis demi untuk
memuaskan nafsu dan menuruti pesanan dari Yahudi-Zionis International.
Semoga Allah SWT menghancurkan faham-faham sesat ahlil bida’ wa al-dlolal.
Mari bersatu, selamatkan akidah ahlussunnah wal-jamaah demi
menyelamatkan anak cucu kita para santri penerus perjuangan Islam. Agar
kita terhindar dari adzab Allah SWT yang berkepanjangan.
Allahu akbar, sholallahu ‘ala Muhammad.
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Sarang, 30 Rabiuts Tsani 1431 H
KH. Muhammad Najih Maimoen
SUSUNAN PENGURUS PBNU
2010-2015
MUSTASYAR
Prof. Dr. KH. Tholchah Hasan
KH. Muchit Muzadi
KH. Maimoen Zubair
KH. Idris Marzuqi
KH. Khatib Umar
KH. Dimyathi Rois
Tuan Guru Turmudzi
Dr. H. Muh. Jusuf Kalla
KH. Abdurrahman Musthofa
Prof. Dr.Maghfur Utsman
Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA
KH. Sya’roni Ahmadi
Prof. Dr. Ridlwan Lubis
KH. Muiz Kabri
KH. Mahfudh Ridlwan
Dr. Ing. H. Fawzi Bowo
PENGURUS HARIAN SYURIYAH
Rais Am : Dr. KH. M. A. Sahal Mahfudh
Wakil : Dr. KH. A. Musthofa Bisyri
: Dr. KH. Hasyim Muzadi
Rais : Habib Luthfi bin Hasyim bin Yahya
: KH. Sanusi Baco
: KH. Ma’ruf Amin
: KH. Mas Subadar
: KH. Masdar Farid Mas’udi, MA
: Prof. Dr. Machasin, MA
: KH. Asep Burhanuddin
: KH. Masduqi Mahfudh
: KH. Ibnu Ubaidillah Syathori
: KH. Saifuddin Amsyir, MA
: KH. Hamdan Khalid
: KH. Adib Rofi’uddin Izza
: KH. Ah. Ishomuddin, M. Ag.
Katib Am : Dr. KH. Malik Madani
Katib : KH. Drs. Ichwan Syam
: KH. Musthofa Aqil
: KH. Kafabihi Mahrus Ali
: KH. Mujib Qolyubi, M. Hum.
: KH. Sholahuddin Al-Ayyubi, M. Si.
: Prof. Dr. Ishom Yuski
: Yahya Staquf Cholil
A’wan : KH. Warson Munawwir
: KH. Nurul Huda Jazuli
: KH. Sholahuddin Wahid
: KH. Abun Bunyamin
: Prof. Dr. Muhammad Nuh
: H. Bagindo Leter
: KH. Hafidh Utsman
: Drs. H. Ahmad Bagja
: KH. Muadz Thahir
: Habib Abdul Qadir
: Drs. H. Farid Wajdi
: KH. Afifuddin Muhajir
: KH. Aep Nuruddin, M. Pd. I.
: KH. Mukhtar
: KH. Muhyiddin Arubusman
: KH. Dr. Munif Suratmapura
: Drs. H. Abdullah Syarwani
: KH. Drs. Masyhuri Malik
: KH. Nuruddin Abdurrahman
: Agus Fathuddin
: Endang Turmudzi
: Felix Wanggai
: Saifullah Yusuf
: Idris Hamid
PENGURUS HARIAN TANFIDZIYAH
Ketua Umum : Dr. KH. Said Aqil Siradj, MA
Wakil Ketua Umum : Drs. H. As’ad Sa’id Ali
: Drs. Selamet Efendi Yusuf, MSi
Ketua : KH. Hasyim Wahid Hasyim
: KH. Abbas Muin, MA
: Drs. H. Muh. Salim Al-Jufri
: Prof. Dr. Maidir Harun
: Prof. Dr. H. Ma’shum Mahfudh
: Dr. H. Hanif Saha Ghafur
: Drs. Muh. Imam Aziz
: Drs. H. Hilmi Muhammadiyyah, Msi.
: Drs. H. Abdurrahman, M. Pd.
: Drs. H. Arvin Hakim Thoha
: Marsudi Syuhud
: Prof. Dr. Kacung Marijan
: Drs. Muhsin Al-Idrus
Sekretaris Jenderal : Ir. H. M. Iqbal Sulam
Wakil : Drs. H. Enceng Shobirin
: Hilmy Ali Yafie
: Drs. H. Abdul Mun’im DZ.
: Dr. H. Aji Hermawan
: Dr. H. Afandi Muchtar
: Dr. dr. Syahrizal Syarif, MPH.
: Hamid Bula, S. Sos.
Bendahara : Dr. H. Bena Suhendra
Wakil Bendahara : Drs. H. Zaenal Abidin
: Drs. H. Musthalihin Majid
: H. Raja Sapta Ervian, SH. M. Hum.
: Hamid Wahid Zaeni, M. Ag.
mungkin perlu ada tabayyun langsung kepada Prof. Dr. KH. Said Agil, krn ini mslh kajian ilmiah sehingga kurang relevan bila langsung memponis seseorang seperti yang disebutkan diatas. By Sabur
BalasHapus