Kamis, Maret 26, 2009

6 Realitas Kehidupan

bersama Fathuddin Jafar
eramuslim.com

Untuk membantu dan memudahkan kita memahami, mencerna, dan menghayati beberapa firman Allah, mari kita ingat dan renungkan enam realitas kehidupan yang kita jalan.
Life Management (Idarratul Hayah) adalah konsep pengemnbagan Sumber Daya Manusia (Human Recource Development). Konsep ini lahir dari hasil interaksi dengan kehidupan lebih sekitar 30 tahun.



Dari hasil interaksi tersebut kami menyimpulkan betapa besarnya peran manajemen dalam hidup ini. Tanpa manajemen, hidup kita bisa terombang ambing di tengah lautan informasi, pendapat, keinginan dan alur pemikiran orang lain.

Life Management (Idaratul Hayah) terdiri dari empat serial buku yang menjadi referensi utama program Spiritual Training dengan kemasan multimedia. Terdiri dari empat level :

Basic, dengan judul : Road to The Great Success (Manajemen Informasi),
Intermadiate dengan judul : Self Revolution (Manajemen Syahwat),
Advanced dengan judul Mission Impossible (Manajemen Hati) dan
Extraordinary dengan judul : 24 Jam Bersama Allah (Manajemen Prilaku).
Inilah empat macam manajemen yang harus kita kuasai agar pengetahuan, pengalaman dan nilai-nilai yang diyakini dan dipahami dapat menjadi habit (kebiasaan) atau budaya dalam hidup sehari-hari. Disinilah letak rahasia konsep yang kami rumuskan, insya Allah.

Manajemen Informasi:


Bagaimana pikiran, perasaan dan sikap Anda ketika membaca dan merenungkan satu demi satu firman Allah di atas? Pasti ilmu dan wawasan Anda bertambah luas. Keyakinan Anda akan Kebesaran dan Kekuasaan Allah semakin meningkat dan mendalam. Jalan yang dipilih untuk mengekspresikan keinginan-keinginan dalam hidup Anda sudah terang dan jelas. Begitu pula tentang misi dan visi hidup Anda di dunia sangat terang. Tantangan-tantangan dalam meniti jalan tersebut juga sudah nampak nyata, yaitu hawa nafsu dan sifat kesombongan yang ada dalam diri sehingga dengan mudah meninggalkan kebenaran yang datang dari Tuhan Pencipta. Hawa nafsu dan kesombongan itu pula yang dimanfaatkan setan untuk menjerumuskan Anda ke dalam jurang prilaku, kebiasaan dan kultur yang tidak baik atau amoral (munkar). Lalu Anda lupa diri, lupa Pencipta dan lupa berbagai bentuk kebaikan karena hidup Anda sudah dikendalikan hawa nafsu dan setan serta diselimuti oleh pakaian kesombongan. Padahal “kesombongan itu pakaian-Ku. Siapa yang memakainya Aku akan tindak dia dengan tidakan yang keras”, kata Tuhan Pencipta (Hadist Qudsi)

Namun demikian, jika Anda berhasil mengendalikan hawa nafsu dan menutup pintu setan agar ia tidak bisa menggoda dan merayu Anda melalui pintu hati, telinga dan mata seperti yang dijelaskan pada SEI MECHANISM dalam buku ini, maka Anda dipastikan akan meraih kesuksesan pada Fase Kehidupan Dunia ini dan juga fase-fase berikutnya. Anda pasti mencapai peringkat The Great Success atau Kesuksesan Tanpa Batas. Tapi jika Anda lemah menghadapi hawa nafsu yang ada dalam diri dan tidak berdaya mengahadapi bujuk rayu setan sehingga kesombongan yang menjadi pakaian hidup Anda semasa di dunia ini, maka Anda akan gagal di dunia dan akan lebih gagal lagi pada fase-fase perjalanan Wisata Abadi berikutnya. Sungguh sangat mengerikan. Semoga Allah menyelamatkan kita semua….

Untuk membantu dan memudahkan kita memahami, mencerna dan menghayati beberapa firman Allah di atas, mari kita ingat dan renungkan enam realitas kehidupan yang kita jalani dalam fase ini ; Fase Setelah Lahir :

1. Kita lahir ke duinia ini dalam keadaan tunduk pada sistem penciptaan yang dirumuskan Tuhan Pencipta dan melalui proses panjang. Untuk lahir ke dunia ini kita harus melewati lima fase kehidupan seperti yang dijelaskan sebelumnya. Sebab itu, jangan sampai setelah besar dan dewasa kita menyombongkan diri pada Pencipta, seperti Iblis, alias tidak mau tunduk dan patuh pada sistem yang Allah rancang, dimana sistem itu adalah natural (sesuai fitrah) dan amat cocok untuk kehidupan kita di dunia ini.

2. Kita lahir ke atas bumi ini murni 100 % atas Kehendak, Rahmat (kasih sayang) dan Nikmat Allah semata. Tidak ada manusia atau makhluk apapun yang berperan bagi penciptaan kita. Sebab itu, jangan sampai setelah dewasa kita kufur (mengingkari) Kehendak, Rahmat dan Nikmat Tuhan Pencipta itu sehingga tidak mau mensyukuri nikmat dan rahmat-Nya yang amat besar itu. Perjalalan wisata kita berikutnya dalam kehidupan di dunia ini juga tidak akan terlepas dari curahan rahmat dan nikma-Nya.

3. Kita lahir ke dunia ini dalam keadaan miskin harta. Tidak ada satupun manusia yang lahir kecuali dalam keadaan telanjang. Sebab itu, jangan sampai setelah dewasa kita diperbudak harta benda yang fungsinya tidak lebih dari fasilitas penunjang kehidupan kita di dunia menuju kehidupan hakiki dan abadi, yakni Akhirat.

4. Kita lahir ke dunia ini dalam keadaan bodoh alias tidak berilmu. Tidak ada manusia yang lahir ke dunia ini mampu berbicara, kecuali Nabi Isa ‘alaihissalam, apalagi bergelar sarjana. Karena itu, jangan sampai ilmu yang kita peroleh semasa dewasa menyebabkan kita jauh dari Tuhan Pencipta, apalagi ingkar kepada aturan main yang diciptakan-Nya atau mencoba membuat tandingan ilmu-Nya dalam mengatur prilaku kita di dunia ini.

5. Kita lahir ke dunia ini dalam keadaan lemah, tidak berdaya, bahkan miring ke keri dan ke kanan saja tidak bisa, apalagi duduk dan berlari kencang. Tidak ada manusia lahir ke dunia ini dalam keadaan gagah perkasa. Sebab itu, jangan sampai setelah dewasa kita gunakan kekuatan harta, kedudukan, pangkat, jabatan, kelompok, partai dan sebagainya untuk menjajah dan menzalimi manusia lain dan membuat kerusakan di atas muka bumi.

6. Kita lahir ke dunia ini, di tempat ini, pada hari dan tanggal itu, melalui perantara kedua orang tua tertentu yang berasal dari suku tertentu atau bangsa tertentu, bukan atas pilihan kita sendiri. Akan tetapi, murni berdasarkan kehendak dan skenario Tuhan Pencipta. Sebab itu jangan sampai setelah dewasa kita lupa akan misi dan visi penciptaan kita yang amat mulia yang telah Allah tetapkan untuk kita. Dengan misi dan visi itu pula yang membuat kita terangkat derajatnya di atas muka bumi ini, bukan karena harta, pangkat, jabatan, suku, bangsa, keturunan, tanah air dan sebagainya.

Pernyataan Dan Himbauan Dewan Da'wah Islamiyah Indonesia Tentang PEMILU 2009


I. Muqaddimah

Pemilu 2009 di Indonesia insya Allah akan dilaksanakan. Adapun kepastian serta hasilnya, hanya berada ditangan Allah Subhanahu wa Ta'ala, Tuhan Maha Perkasa dan Maha Bijaksana.

Apapun yang terjadi kelak, bagi Bangsa Indonesia adalah merupakan ujian, dalam rangka menuju kematangan sebagai suatu bangsa di tengah-tengah komunitas global.

Bangsa Indonesia telah mengalami peristiwa-peristiwa besar, sejak Proklamasi Kemerdekaan pada tahun 1945 sampai saat ini. Meskipun demikian Bangsa Indonesia harus tetap mengembangkan diri sebagai bangsa yang tahan uji, bermartabat, santun, penuh hikmah kebijaksanaan, dan semoga Allah menjadikan kita bangsa yang diteladani oleh bangsa-bangsa lain.

Mengingat pula situasi global saat ini, belum menunjukkan kecenderungan kearah perdamaian, keadilan, serta kehidupan yang kondusif untuk seluruh bangsa-bangsa, maka kehadiran Bangsa Indonesia untuk memberikan contoh/teladan yang baik, sungguh sangat diharapkan.

Dalam kondisi tersebut di atas, maka sebagai bagian yang tak terpisahkan dari Bangsa Indonesia, Dewan Da'wah Islamiyah Indonesia merasa berkewajiban untuk memberikan pernyataan dan himbauan kepada segenap Bangsa Indonesia, sebagai berikut :

II. Pernyataan

Pemilu 2009 adalah peristiwa besar bagi Bangsa Indonesia, yang menghabiskan energi dan biaya yang tidak sedikit yang dimiliki Bangsa Indonesia. Karenanya, harus disikapi secara arif dan bijaksana, dan berperan serta aktif dalam pelaksanaannya serta dijadikan sebagai ujian, sebagai sarana menuju kehidupan yang lebih baik, dunia dan akhirat.

III. Himbauan

Hendaknya segenap Bangsa Indonesia terutama kaum muslimin selalu mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Penyayang, untuk mengharapkan perlindungan dan rahmat-Nya, sehingga bangsa ini terhindar dari bencana dan keterpurukan. Allah berfirman : "Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi. Tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya." [QS. Al A'raf/7:96].
Hendaknya segenap Bangsa Indonesia terutama ummat Islam menjaga kesatuan dan persatuan, serta menghindari perpecahan yang akan menjurus kepada disintegrasi bangsa. Allah Berfirman : "Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk. [Q.S. Ali Imran (3) ayat 103].
Segenap Bangsa Indonesia terutama ummat Islam diharap menjaga hati, ucapan, dan perbuatan, jangan sampai menimbulkan hal-hal yang bisa membuat persatuan dan persaudaraan kita terganggu. "Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim." [QS. Al Hujurat/49:11].
Khususnya kepada kaum muslimin, Dewan Da'wah Islamiyah Indonesia menghimbau, supaya mereka menggunakan hak pilihnya, dan memilih Wakil Rakyat/Presiden dan Wakil Presiden yang mempunyai kriteria sesuai dengan ajaran Islam yaitu : Muslim yang kuat/mampu dan terpercaya (Muslim yang beriman dan bertaqwa, berakhlak mulia, negarawan yang jujur, cerdas, berani, adil, amanah, komunikatif, reformis dan profesional, sehat jasmani dan rohani, memiliki keberpihakan terhadap mustadh'afin (orang yang lemah), komitmen untuk membela dan menegakkan syari'at Islam dalam kehidupan sehari-hari). Firman Allah: ”Salah seorang dari wanita itu berkata : ”Ya Bapakku, ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya”. (Q.S. Al Qashas (28) ayat 26)
Kepada lembaga-lembaga negara yang langsung atau tidak langsung bertanggung jawab atas terselenggaranya Pemilu dihimbau agar Pemilu dapat terselenggara dengan langsung, umum bebas, rahasia, jujur, adil dan tidak boros
Menyerukan kepada semua calon-calon anggota legislatif siap secara mental untuk menang atau kalah
Menganjurkan agar semua komponen bangsa dapat menerima hasil pemilu dengan sikap dewasa, lapang dada, menahan diri dari tindakan-tindakan destruktif yang dapat merugikan semua pihak dan merusak tatanan kehidupan nasional. Kepada masyarakat luas dianjurkan untuk tetap melaksanakan tugas sehari-hari sesuai dengan bidang dan profesi masing-masing.
IV. Penutup/Doa

Akhirnya kami mohon kepada Allah, Allahumma allif bayna quluubina wa ashlih dzaata bainina wahdinaa subulassalam wajannibnal fawahisya maa zahara minhaa wamaa bathana wa baariklana fi asmaa’inaa wa abshaarinaa watub alainaa innaka antat tawwaabur rahiim

(Ya Allah, persatukanlah hati kami, perbaikilah hubungan antara kami. Tunjukkanlah kepada kami jalan-jalan keselamatan. Jauhkanlah dari kami segala hal yang keji baik yang lahir maupun yang batin. Dan berkatilah kami dalam pendengaran dan penglihatan kami. terimalah taubat kami, sesungguhnya Engkau Maha Penerima taubat dan Maha Penyayang.)


Jakarta, 27 Rabiul Awal 1430 H
24 M a r e t 2009 M

Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia


H. SYUHADA BAHRI
Ketua Umum

H. ABDUL WAHID ALWI
Sekretaris Umum

MAKLUMAT

Dewan Da'wah Islamiyah Indonesia menyerukan kepada seluruh ummat Islam yang mempunyai hak pilih untuk menggunakan hak pilihnya pada Pemilu Legislatif tanggal 9 April 2009 dengan memilih/mencontreng calon-calon anggota legislatif yang baik dari Partai-Partai Islam yang benar-benar konsisten memperjuangkan aspirasi Islam dan kaum Muslimin.

Ingatlah! Pemilihan Umum untuk memilih Pemimpin-Pemimpin yang memperjuangkan aspirasi Islam dan Kaum Muslimin adalah perjuangan dijalan Allah. Dengan satu suara yang kita miliki masing-masing, mari kita niatkan dengan Pemilu itu untuk mentaati Allah dan karena Allah demi meninggikan Kalimah Allah menuju negara yang jaya dibawah ampunan Allah, Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafuur

Jakarta, 27 Rabiul Awal 1430 H
24 Maret 2009 M

Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia

H. Syuhada Bahri H. Abdul Wahid Alwi
Ketua Umum Sekretaris Umum

Rabu, Maret 25, 2009

SUSUNAN PENGURUS PAC ANSOR GONDANGLEGI

SUSUNAN PENGURUS

PIMPINAN ANAK CABANG GERAKAN PEMUDA ANSOR

KECAMATAN GONDANGLEGI

PERIODE 2009-2011



Penasehat : Drs. H. Muhammad Sanusi, MM

Drs. H. Nahruji

Drs. H. Abdussomad

H. Gunawan, SH


Ketua : H. Muhammad Sholeh Al-Azhar

Wakil I : Drs. Saiful Effendi

Wakil II : Drs. KH. Fathurrozi

Wakil III : H. Ahmad Ma’shum. HN

Wakil IV : Drs. Zainuril Laili

Sekretaris : Sabur, SHI, MH

Wakil H. Fudholi


Bendahara : Syamsul Muslim

Sya’roni

DEPARTEMEN-DEPARTEMEN:


Depertemen Advokasi dan Pemberdayaan Masyarakat

1. Drs. H. Abdul Hannan, M. Ag

2. Muhammad Fahad

3. Abdul Majid


Departemen Pendidikan dan Kaderisasi

1. Abdur Rosyid Asadulloh

2. Jadin

3. Muhammad Cholili, SHI

Departemen Pemberdayaan Ekonomi

1. Husnul Yakin

2. Maskur

3. H. Mahmud Ali

Departemen Informasi, Iptek dan Kajian Strategis

1. Suwandi

2. Sirojul Umam

3. Ahmad Nasyir

Departemen Lingkungan Hidup

1. Fudholi Ahmad

2. Saiful Asy’ari

3. Candra

Departemen Olahraga dan Kebudayaan

1. Abdulloh Isfat

2. Bahrul Ulum

3. Nidhomuddin

Departemen Agama dan Ideologi

1. H. Faishal Amir

2. Abdul Wahid

3. A. Nahruji

4. Jasudi

Selasa, Maret 24, 2009

ANSOR Bangun Kemitraan Sukseskan Pemilu 2009

Jakarta,[GP-Ansor]: Guna menyukseskan pemilu legislatif 2009 yang tinggal beberapa minggu lagi, maka Komisi Pemilihan Umum [KPU] dan Kementrian Negara Komunikasi dan Informatika [Kominfo] menggandeng Gerakan Pemuda Ansor untuk melakukan sosialisasi dan sekaligus berpartisipasi meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pemilu 2009. “Partisipasi konkret dari ansor adalah membangun kemitraan kepada semuan instansi dan lembaga terkait dalam rangka sosialisasi dan menyukseskan pemilu 2009. Kemudian GP Ansor juga mendorong agar para kadernya yang memiliki hak pilih dalam pemilu ini, baik pengurus pusat maupun di daerah bisa menggunakan haknya,”

Demikian dikatakan Wakil Sekjen GP Ansor, Haryanto Oggie dalam diskusi “Peningkatan kapasitas lembaga komunikasi sosial dalam rangka voters information di Auditorium Pegadaian Jakarta, 21 Maret 2009. Acara tersebut merupakan kerjasama antara PW Ansor DKI Jakarta dengan KPU dan Kominfo dalam ranfa menyukseskan pemilu 2009. Hadir pembicara lainnya, anggota KPU Endang Sulastri dan Sukemi, staf khusus Menkominfo Sukemi.

Ditambahkan Oggie panggilan akrabnya, partisipasi politik Ansor bisa dimaksimalkan apabila pemimpin dan anggota sama-sama memahami demi membesarkan organisasi ke depan. Dan bukan memanfaatkan dan memperalat kebesaran Ansor untuk kepentingan pribadil, kelompok dan golongan. “Jadi Ansor itu besar dan bisa dimaksimalkan perannya ke depan,” katanya.

Oleh karena itulah, kata Oggie lagi, partisipasi ansor dapat mendorong para anggotanya untuk meminimalisir golongan putih [golpu]. Sehingga dengan begitu pemilu bisa berjalan sesuai dengan sasaran dan tujuanya. Disinilah peran strategis Ansor dalam memaksimalkan pemilu. Apalagi Ansor memiliki gerakan politikl kebangsaan.

Sementara itu, anggota KPU Endang Sulastri, mengakui peran Ansor sangat strategis. Namun sekarang ini, banyak parpol yang belum memperjuangkan nasib perempuan. Karena itu, dia mendorong Ansor juga menyosialisasikan nasib perempuan. “KPU berharap pada pemilu 2009 nanti, rakyat lebih cerdas memilih mana partai yang lebih memperhatikan kepentingan perempuan,” katanya.

Endang berharap rakyat dapat membuka mata terhadap kesetaraan gender. “Harapan kita pemilih dapat membedakan mana partai yang sensitif gender, sensitif terhadap pemberdayaan perempuan,” ungkapnya.

Dikatakannya, parpol seharusnya lebih memperhatikan keterwakilan perempuan. Perempuan, menurut Endang, harus diperhitungkan masuk dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga partai. “Perlu ada revisi di anggaran dasar parpol. Partai politik harus memasukkan keterwakilan perempuan di anggaran dasar pendirian partai. Di satu sisi UU 2 dan 10 /2008 memunculkan afirmatif. Namun di sisi lain, parpol tidak mengangkat kesetaraan gender,” lanjutnya. [http://www.gp-ansor.org]



MENDISIPLINKAN TUBUH TERORIS

Oleh: Ariyanto, penikmat syariah, alumnus S-2 Ilmu Filsafat UI, Depok

Teroris terus memproduksi kekerasan di seantero dunia. Mereka tak hanya melahirkan kekerasan fisik dengan menumpahkan darah, tapi juga kekerasan psikologis dengan menebar ancaman hingga membuat orang ketakutan. Ironisnya, meski banyak dikutuk dan bahkan pelakunya dihukum mati, tetap saja aksi tak berperikemanusiaan itu dilakukan. Tak mengenal kata takut mati. Kematian justru yang selama ini dicari. Mereka sangat yakin bahwa kematian justru akan segera mengantarkan dirinya kepada kehidupan baru yang lebih baik.

Mereka mengimani sekali hal ini karena janji itu ada di kitab suci. Teks-teks suci telah mengilhaminya. Dalam berbagai kesempatan, di antara pendakwah juga memproduksi wacana itu terus menerus dengan mengutip teks-teks suci keagamaan. Kebetulannya lagi memang banyak ayat yang jika dipahami secara parsial, seolah-olah hamba beriman diperintahkan untuk membunuh orang kafir.

Akhirnya atas nama agama–dan tentu saja mereka merasa tidak berdosa dan bahkan berpahala besar–melakukan serangkaian teror. Masalahnya memang agama dijadikan alat justifikasi untuk melegitimasi perbuatan mereka. Lalu, bagaimana cara mengatasinya?

Setiap ada aksi terorisme selalu diikuti kalimat kutukan dari berbagai pihak. Kutukan terhadap hal-hal yang patut dikutuk tentu saja baik. Namun kutukan berulang-ulang saja tak cukup untuk menghentikan. Jauh lebih progresif jika memikirkan bagaimana memberikan hukuman maksimal kepada teroris sehingga bisa memberikan efek jera. Pertanyaan ini harus dicarikan jawabannya karena kasus ini sangat membahayakan manusia.

Jika ini pertanyaannya, berarti kita berbicara mengenai bagaimana teknik menghukum yang efektif dan efisien. Selama ini model yang diterapkan adalah hukuman mati seperti dilakukan terhadap pelaku bom Bali, yaitu Mukhlas, Amrozi, dan Imam Samudera. Tubuh mereka yang menjadi sasaran utama penghukuman dengan cara ditembak mati dimaksudkan untuk memberikan keadilan dari sisi korban dan agar tidak terulangnya kembali perbuatan itu. Para pengikutnya juga diharapkan tidak mengikuti jejak mereka lagi. Efektifkah cara ini?

Tubuh yang Patuh

Model hukuman yang diarahkan langsung ke tubuh mengingatkan pada kajian filsuf posmodernisme asal Prancis Michel Foucault (1926–1984). Di dalam bukunya berjudul Surveiller et Punir: Naissance de la Prison atau Discipline and Punish: The Birth of the Prison dalam edisi bahasa Inggrisnya, Foucault mengkaji bagaimana kekuasaan mengerahkan teknik-teknik tertentu untuk menghukum siapa saja yang dianggap melanggar.

Dalam bagian pertama buku Discipline and Punish (1977) berjudul Torture, Foucault menguraikan strategi menghukum pada abad ke-17 dan awal abad ke-18 yang menyentuh tubuh (The body of the Condemned). Siksaan merupakan teknologi politis atas tubuh yang secara nyata tampil dalam prosedur hukuman publik yang kejam maupun dalam penyiksaan untuk pengakuan dari tertuduh.

Tapi pada abad ke-18 dan ke-19 strategi hukuman fisik seperti itu mulai bergeser. Dari siksaan publik ke bentuk penjara. Tubuh di sini tidak langsung disentuh, melainkan hanya menjadi media. Hukuman menyentuh kedalaman hati, pemikiran, kehendak dan kecenderungan. Penjahat dihukum dengan ekonomi hukuman baru, yakni hukuman internal yang disesuaikan dengan perkembangan individu, menetralkan bahayanya dan mengubah kecenderungan jahatnya (1977:3–4). Kita pilih mana?

Ketika proses pemakaman Amrozi Cs di Lamongan, Jawa Timur, dan di Banten, terdengar berkali-kali pekikan ’’Allahu Akbar’’ dan ancaman tuntutan balasan. Ini menunjukkan eksekusi mati trio bomber di Bukit Nirbaya, Nusakambangan, pukul 00.15 WIB, 9 November 2008, itu hanya akan mengobarkan semangat ’’jihad’’. Jangan dianggap otak peledakan bom Bali itu mati. Mereka itu sesungguhnya hidup. Hidup dalam jiwa dan pikiran para penerus atau kader-kadernya.

Barangkali, bisa lebih efektif jika mereka dipenjara hingga mati saja. Selama dihukum, kita bisa berusaha mendisiplinkan tubuh dan pikiran mereka dengan dialog. Bukan melalui represi, penindasan, dan intimidasi, melainkan melalui regulasi dan normalisasi–yaitu apa yang dinamakan Foucault menjaga dan menghukum sebagai disiplin–mereka bisa tercerahkan. Bisa memproduksi manusia atau individu yang dapat diperlakukan sebagai ’’tubuh yang patuh’’ (docile bodies) dan sekaligus produktif.

Mendialogkan Episteme

Menetralkan bahaya teroris dan mengubah kecenderungan jahatnya bukan dengan cara hukuman mati. Tapi dengan membongkar wacana kebenaran yang mereka gunakan atau meruntuhkan rezim kebenaran mereka (A regime of truth) dengan dalil-dalil yang dapat meyakinkan mereka.
Sebelum meruntuhkan rezim kebenaran, perlu diketahui sebenarnya darimanakah asal kebenaran itu? Menurut Foucault dalam bukunya Power/Knowledge (1980:133), nilai-nilai tertinggi atau kebenaran berasal dari episteme, yaitu keseluruhan pola berpikir dengan sistem wacana yang digunakan. Jadi kebenaran terjalin secara intrinsik dalam relasi antara wacana yang digunakan manusia untuk mengungkapkan kebenaran itu, sistem kekuasaan yang berlaku, dan kedudukan subjek-subjek yang terlibat.

Wacana yang digunakan orang yang ’’berjihad’’ atau ’’mujahid’’ bersumber dari teks-teks suci keagamaan. Maka, untuk menggoyahkan wacana kebenaran mereka, lebih tepat jika merujuk dalil-dalil agama. Misalnya, dalil yang menyebutkan bahwa Nabi Muhammad diutus Tuhan tidak lain untuk seluruh umat manusia dan memberikan rahmat kepada seluruh alam, bukan menumpahkan darah. Sebab, salah satu tujuan hukum Islam (maqoshid al-syari’ah) adalah memelihara kehidupan, bukannya menegasikan kehidupan (al-muhafadzatu linnafsi) (QS Al-Anbiyaa’: 107).

Setelah melalui dialog episteme dengan harapan dapat membuka ruang multiepisteme, langkah berikutnya membuat semacam–meminjam istilahnya Foucault–panopticism. Yaitu ’’menara pengawas’’ yang seolah-olah secara kontinu memonitor segala gerak orang-orang yang dipenjara, meski pengawasannya diskontinu. Panopticism bisa dengan memasang CCTV (closed circuit television) di tempat-tempat vital yang kerap menjadi target teroris seperti bandara, stasiun, terminal, pusat perbelanjaan, perhotelan, ikon-ikon serta simbol-simbol negara yang selama ini dianggap kafir oleh teroris.

Masyarakat juga bisa menjadi ’’menara pengawas’’ dengan meningkatkan kewaspadaan dan melaporkan orang-orang mencurigakan. Model sistem keamanan keliling (siskamling) mungkin bisa menjadi salah satu cara efektif. Begitu pula Badan Intelijen Indonesia (BIN), TNI maupun Polri. Mereka harus bersinergi agar segala bentuk teror dapat digagalkan. Negara-negara di dunia juga harus menjalin kerja sama di dalam memberantas kejahatan terhadap kemanusiaan ini, karena jaringan terorisme ini sudah mengglobal.***

http://www.gp-ansor.org/


Masa Reformasi

PERAN GERAKAN PEMUDA ANSOR PADA MASA REFORMASI / TRANSISI (1999 - Sekarang)

GP Ansor pada masa reformasi menghadapi tantangan yang sangat berat, berada di tengah situasi eksternal organisasi yang berkembang dengan dinamika dan dialektika yang sangat rumit sehingga tidak mudah untuk diikuti. Di satu pihak, geopolitik dunia sedang mengalami pergeseran signifikan setelah terjadi serangan terorisme terhadap Pentagon dan Menara Kembar di Amerika Serikat. Gerakan International memberantas terorisme, telah merubah peta politik dan ekonomi internasional yang kurang menguntungkan bagi umat Islam, karena kampanye anti terorisme tersebut oleh sebagian pihak telah dimanfaatkan sebagai sentimen anti Islam.

Gerakan Keagamaan Islam di seluruh dunia, tak terkecuali di Indonesia menghadapi trauma. Jika kurang berhati-hati tentu akan terkena stigma teroris yang sedang menjadi musuh dunia. GP Ansor tak luput dari stigma tersebut, meskipun kita senantiasa mengembangkan paham Islam Ahlussunnah wal jamaah yang mengedepankan prinsip toleransi, keseimbangan, jalan tengah dan prinsip keadilan.

Salah satu ensiklopedi yang terbit di Perancis bahkan nyata-nyata menyebut bahwa Banser adalah organisasi teroris. Tentu kita melayangkan protes keras kepada Pemerintah Perancis seraya mendesak agar ensiklopoedi tersebut ditarik dari peredaran, karena senyatanya GP Ansor dan Banser adalah bagian dari komunitas gerekan Islam Indonesia yang senantiasa menyerukan perdamaian dan menghindari rasa permusuhan. Dalam hal ini Sahabat Rofiq, Ketua PW GP Ansor Jawa Timur, kita tugaskan ke Perancis khusus untuk menjelaskan tentang posisi Ansor dan Banser sebagai bagian dari gerakan Islam yang cinta damai dan toleran.

Dipihak lain, dari dalam negeri kita sendiri GP Ansor menghadapi masalah yang tidak kalah rumitnya. Krisis multi-dimensi terus terjadi dan mengakibatkan berbagai kerawanan dan ancaman. Begitu tidak pastinya situasi di dalam negeri, sampai-sampai kepengurusan Ansor periode 2000-2005 telah mengalami 3 kali pergantian kepemimpinan nasional, yakni sejak Presiden BJ. Habibie, Presiden KH. Abdurrahman Wahid, Presiden Megawati Soekarnoputri dan Presiden ini Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono.

Situasi transisional yang dihadapi bangsa ini telah menimbulkan berbagai masalah serius dalam berbagai bidang kehidupan. Dalam kehidupan sosial politik, telah terjadi konflik horisontal antar sesama kelompok masyarakat, terjadi antagonisme regional sebagai dampak dari penerapan sistem otonomi daerah, terjadi gejolak disintegrasi untuk memisahkan diri dari pangkuan NKRI dan terjadi berbagai kasus anarkhisme dan pemaksaan kehendak yang mencedarai proses transisi menuju demokrasi.

Meskipun berbagai perubahan tak jarang membuat GP Ansor dihadapkan pada situasi sulit, namun secara umum perubahan konstelasi nasional justru semakin kondusif bagi pengembangan GP Ansor saat ini maupun ke depan, dibandingkan 5 atau 25 tahun silam. Kondisi makro yang makin menguntungkan organisasi massa besar seperti Ansor adalah semaking meningkatnya kelembagaan demokrasi di Indonesia. Kemajuan besar tatatanan demokrasi tampak jelas dari pergeseran aturan main pemilihan presiden hingga Kepala Daerah yang semula dipilih melalui Perwaklan (Parlemen) kini dipilih langsung oleh rakyat.
Bagi GP Ansor, semakin terlembaganya tatanan politik partisipatoris yang diwujudkan dalam pemilihan Presiden dan Kepala Daerah secara langsung oleh rakyat, merupakan perkembangan sangat positif, sebab, kekuatan Ansor selama ini memang terletak pada jumlah pendukung yang besar. Kendati Ansor bukan organisasi politik, mau tidak mau dalam tatanan yang demokratis seperti itu mereka yang punya latar belakang organisasi massa besar seperti Ansor memiliki nilai tawar yang besar dalam proses pemilihan pejabat publik secara langsung.

Diantara manfaat yang telah dirasakan GP Ansor dari kondisi tersebut, adalah tersebarnya kader GP Ansor di banyak posisi strategis. Kondisi ini berbeda dengan era 1970-an sampai 1990. Pada era tatanan politik yang monolitik itu sangat sulit menemukan kader Ansor mendapat posisi strategis di Pusat atau di daerah. Paling banter kader Ansor menduduki jabatan di Departemen Agama atau menjadi anggota DPR dengan jumlah yang sedikit dan itupun sekedar pinggiran.Tapi kini di era demokrasi yang terbuka, kader Ansor sangat mudah ditemukan memegang jabatan penting seperti Bupati/Wakil Bupati, anggota DPR atau DPRD dan lain-lain.

Dalam wilayah politik praktis efek penyebaran ini terlihat dari terekrutnya kader Ansor di hampir semua partai besar hasil Pemilu 2004. Penyebaran kader Ansor juga dapat diartikan sebagai tingginya kepercayaan masyarakat terhadap organisasi kepemudaan NU ini yang senantiasa konsisten menjaga jarak dengan semua kekuatan politik yang ada.
Berbagai perkembangan positif ini tidak membuat GP Ansor terlena. Sebaliknya, ini memacu Ansor untuk meningkatkan potensi diri dan mengembangkan kiprah pengabdiannya di masyarakat. Di sinilah kita semua menyadari bahwa peningkatan kualitas sumberdaya manusia kader Ansor masih banyak yang perlu ditingkatkan. Para kader yang lebih banyak berbasis di daerah, memiliki kelemahan dalam hal kualitas sumberdaya manusia dan kelemahan dalam hal penguasaan sumberdaya ekonomi.

Kualitas sumberdaya manusia di tingkat Pimpinan Cabang, Wilayah dan Pusat memang menunjukan gejala peningkatan. Bahkan tidak sedikit jajaran pengurus yang menempuh jenjang pendidikan Pasca Sarjana. Mereka tentu membawa berbagai kemajuan baik ditingkat pengayaan wacana maupun pelaksanaan program kerja, meskipun potensi yang cukup baik tersebut belum dapat dimanfaatkan secara optimal oleh Ansor.

Untuk mengatasi berbagai kelemahan dan kekurangan tersebut, selama 5 tahun terakhir GP Ansor telah merealisasikan berbagai program yang diarahkan pada peningkatan kualitas sumberdaya manusia kader Ansor, dengan tujuan utama untuk mendukung eksistensi dan peranan Ansor agar dapat terus mengkhidmatkan diri bagi upaya perbaikan peri kehidupan bersama dalam bingkai negara yang bersatu dan bersaudara.

Sementara untuk mengimbangi masa transisi demokrasi yang berjalan cepat selama masa 5 tahun terakhir, GP Ansor melalui aksi-aksi nyata dan pengayaan wacana berusaha turut menjaga agar perubahan itu dapat berjalan dinamis dan konstruktif. Ansor senantiasa berada dalam posisi menjaga keseimbangan diantara berbagai keeseimbangan diantara berbagai kesikap berimbang sulit ditemukan kejernihan dan kearifan dalam menyikapi perubahan, sehingga bukan tidak mungkin wahana-wahana kebebasan yang diberkan oleh zaman berubah menjadi lahan anarkhirme yang merusak tatanan hukum dan tatanan kemasyarakatan kita.

Atas dasar kearifan dan kejernihan sikap Ansor, dan tentu saja komponen masyarakat yang lain, akhirnya kita bersyukur bahwa kita semua dapat melewati masa-masa sulit tersebut dengan tanpa pernah mengorbankan harga diri dan komitmen-komitmen dasar organisasi.

Dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, pengurus PP GP Ansor masa khidmat 2000-2005 senantiasa bertumpu pada hasil-hasil� permusyawaratan pada Kongres XII GP Ansor di Surakarta tahun 2000, yang terangkum dalam Sapta Khidmat GP Ansor yang merupakan pokok-pokok program pengkhidmatan GP Ansor selama lima tahun masa kepengrusan kami. Sapta Khidmat tersebut adalah sebagai berikut:

1. Meningkatan pelaksanaan kesadaran dan tanggungjawab berwarganegara dalam wadah NKRI.
2. Pengembangan partisipasi aktif dalam pelaksanaan otonomi daerah.
3. Peneguhan pelaksanaan khittah nahdliyah secara utuh, konsisten dan konsekuen.
4. Pemberdayaan sumberdaya manusia dibidang ekonomi, politik, Iptek, sosial budaya dan hukum.
5. Penguatan dan pengembangan institusi serta peningkatan kualitas organisasi dan kader.
6. Pengembangan paham ahlussunnah wal jamaah yang sesuai dengan perubahan zaman dan peradaban umat manusia.
7. Perintisan pembuatan jaringan kerjasama dan pelaksanaan program kerjasama dengan badan-badan internasional di bawah naungan PBB serta Ormas dan LSM luar negeri.

Dalam melaksanakan Sapta Khidmat yang pertama, GP Ansor menjalankan kiprahnya dengan mengedepankan hakekat keberadaan kita sebagai ummatan wasatho atau kaum yang berdiri di tengah dan mempersatukan semua golongan masyarakat. Kita senantiasa berupaya sekuat tenaga turut mewujudkan persatuan dan persaudaraan kebangsaan yang menurut hemat kami sedang mengalami ancaman serius dari dampak euforia reformasi, yang bukan tak mungkin mengarah pada disintegrasi dan konflik komunal yang tak kunjung berhenti. Oleh karena itu selama lima tahun kepemimpinan saya GP Ansor senantiasa bergelut dengan situasi sulit lengkap dengan sejumlah masalah yang dihadapinya, dengan tetap menjaga kebersamaan, persatuan dan persaudaraan dengan komponen-komponen masyarakat lainnya.

Dalam melaksanakan Sapta Khidmat kedua, Pimpinan Pusat berusaha konsisten mengikuti semangat dan kehendak politik bangsa ini untuk mewujudkan otonomi daerah tidak saja dalam konteks desentralisasi administratif beberapa kewenangan pemerintah ousat ke pemerintah daerah, melainkan juga berupaya sekuat tenaga mewujudkan kemandirian dan otonomi masyarakat daerah untuk menyelesaikan masalah-masalah mereka sendiri, dengan cara turut merangsang tumbuhnya atmosfer sosial yang aman dan daman, sehingga proses peralihan kewenangan tersebut dapat berjalan dengan menghindari semaksimal mungkin timbulnya antagonisme regional dan konflik horisontal antar kekuata-kekuatan masyarakat di daerah itu sendiri.

Dalam kaitan ini, Pimpinan Pusat telah melaksanakan kajian dan evaluasi pelaksanaan otonomi daerah pada forum diskusi di Kantor PP GP Ansor, dan melaksanakan Rakor Regional GP Ansor se-Kalimantan dengan tema “Meningkatkan Partisipasi Aktif GP Ansor dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah” yang antara lain dihadiri oleh Menteri Kelautan dan Perikanan, Rokhmin Dahuri dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro.

Dalam pelaksanaan Sapta Khidmat yang ketiga, selam lima tahun Pimpinan Pusat senantiasa berupaya sekuat tenaga menjaga netralitas sikap institusional GP Ansor di tengah berbagai tarik-menarik kepentingan politik yang berkembang dinamis di tengah situasi transisional. Hal ini kami lakukan untuk memperteguh keputusan Muktamar NU di Lirboyo tahun 2000 dan Muktamar NU di Surakarta tahun 2005, yang menggariskan agar NU (dan tentu saja termasuk didalamnya GP Ansor) menjaga hubungan yang sama dengan semua partai politik sebagai implementasi dari khittah 1926.

Sebagai pelaksanaan khittah ini GP Ansor tidak saja menjaga jarak yang sama dengan semua partai politik, melainkan juga menjaga jarak yang sama dengan kekuasaan dan pemerintahan demi pemerintahan yang telah berganti selama era reformasi. Ketika KH. Abdurrahman Wahid masih menjabat sebagai Presiden RI, GP Ansor tak pernah menempatkan diri sebagai “anak emas” pemerintahan meskipun kita semua mengetahui bahwa beliau adalah mantan Ketua Umum PBNU.

Demikian pula ketika era pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri tiba. Meskipun saat itu diri saya masih menjadi anggota DPR dari F-PDIP, GP Ansor tetap berupaya bersikap netral dan kritis terhadap pemerintah. Ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menduduki jabatannya sejaka lima bulan yang lalu dimana saya diberi kepercayaan untuk menjadi salah seorang anggota Kabinet Indonesia Bersatu, sikap GP Ansor insya Allah tetap terjaga untuk senantiasa taat dan patuh pada amanat khittah tersebut.

Netralitas dan sikap kritis GP Ansor terhadap kekuasaan niscaya kita lakukan mengingat GP Ansor didirikan dan dibesarkan oleh sejarah bukan untuk mendukung atau menjatuhkan kekuasaan politik, melainkan sebagai bagian dari upaya dan cita-cita NU untuk berkhidmah kepada perjuangan bangsa dan negara dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Peran politik GP Ansor adalah sebuah keniscayaan, namun peran tersebut dilaksanakan dalam kerangka “politik kebangsaan”, yakni matra politik yang tidak ditujukan untuk mencapai kepentingan golongan maupun kepentingan sesaat, melainkan matra politik yang bertujuan jangka panjang melaksanakan amanat Pembukaan PD/PRT GP Ansor yang mencita-citakan terwujudnya masyarakat yang demokratis, adil, makmur dan sejahtera berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 serta mengembangkan ajaran Islam ahlussunnah wal jamaah.

Terhadap Sapta Khidmat keempat, Pimpinan Pusat berupaya semaksimal mungkin menjalankan tugasnya dalam kerangka pencapaian salah satu tujuan organisasi, yakni membentuk dan mengembangkan generasi muda Indonesia sebagai kader bangsa yang tangguh, memiliki keimanan dan ketaqwaan kepada Allah, berkepribadian luhur, berakhlak mulia, sehat, terampil, patriotik, ikhlas dan beramal sholeh. Hal ini kita lakukan dalam berbagai bentuk kegiatan riil seperti penguatan dan pemberdayaan Koperasi Wirausaha Nasional (Kowina) baik ditingkat pusat maupun di beberapa wilayah dan cabang, menyelenggarakan kegiatan Pendidikan Nasional Manajemen Koperasi, diskusi bulanan untuk umum yang membahas berbagai tema dan penyelenggaraan kegiatan peringatan hari besr keagamaan Islam secara kontinyu.

Dalam melaksanakan Sapta Khidmat yang kelima, Pimpinan Pusat meletakan masalah konsolidasi organisasi sebagai sesuatu yang utama. Dalam lima tahun masa khidmat ini tidak kurang dari 180 kegiatan konsolidasi ke daerah telah kami lakukan sehingga jika dihitung secara statistik maka rata-rata dalam setiap bulan terdapat tiga kali kunjungan ke daerah. GP Ansor juga telah menyelesaikan perumusan modul pelatihan kader dan penyempurnaan perangkat aturan serta moedul pelatihan Banser. Berbagai peraturan organisasi juga telah diputuskan pada forum Konferensi Besar di tempat ini pula pada bulan April 2002 guna meningkatkan kualitas kinerja organisasi yang kita cintai ini.
Diatas semua itu, seiring dengan pemekaran wilayah propinsi dan kabupaten/kota di beberapa daerah di Indonesia, GP Anspr telah berhasil membentuk 93 Pimpinan Cabang baru dan 5 Pimpinan Wilayah yang baru (Banten, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Gorontalo dan Maluku Utara). Dua Pimpinan Wilayah baru sekarang dalam proses pembentukan, yaitu Sulawesi Barat dan Irian Jaya Barat. Alhamdulillah, seluruh Cabang dan Wilayah baru tersebut saat ini dapat berada di tengah-tengah kita semua dan menjadi peserta penuh Kongres XIII karena telah memenuhi kualifikasi sebagaimana peraturan-peraturan yang berlaku.

Dalam melaksanakan Sapta Khidmat keenam, Pimpinan Pusat senantias menghadapi setiap perubahan kehidupan kemasyarakatan yang beberapa waktu lalu diwarnai oleh konflik horisontal bernuansa keagamaam di beberapa daerah, dengan tetap mempertahankan sikapnya yang anti kekerasan dan menghindari pemaksaan kehendak yang mengatasnamakan agama.

Pimpinan Pusat berkali-kali mengeluarkan seruan dan pernyataan sikap agar seluruh warga GP Ansor pada khususnya dan umat Islam Indonesia pada umumnya mengembangkan kehidupan beragama Islam yang toleran, damai, mengutamakan kebersamaan, sesuai dengan faham ahlussunnah wal jamaah yang mengutamakan prinsip dasar keseimbangan, toleransi, jalan tengah, dan prinsip keadilan. Pimpinan Pusat senantiasa menjaga agar kita semua senantiasa berdiri di tengah masyarakat Indonesia yang pluralistik ini dengan tanpa pernah memandang perbedaan-perbedaan primordialisme keagamaan dan kesukuan.

Dalam melaksanakan Sapta Khidmat yang ketujuh, GP Ansor tidak saja menjalin hubungan sinergis dan dialogis dengan kekuatan-kekuatan masyarakat yang lainnya, melainkan bahkan kita telah berkali-kali melaksanakan kegiatan bersama organisasi-organisasi kepemudaan yang lain. Bersama Pemuda Pancasila, Pemuda Muhammadiyah, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), GAMKI, Peradah, Gema Budhi dan lain-lain GP Ansor melaksanakan program Pelatihan Resolusi Konflik yang bekerjasama dengan Kedutaan Besar Inggris.

Pimpinan Pusat juga telah melaksanakan kegiatan Dialog Politisi Muda Indonesia Amerika dan berbagai kegiatan kunjungan ke kedutaan besar negara-negara sahabat seperti Kedutaan Besar Qatar, Australia, Amerika Serikat, China, Inggris dan lain-lain.
Disamping melaksanakan program dengan berpedoman pada Sapta Khidmat GP Ansor hasil Kongres XII di Surakarta, Pimpinan Pusat juga melaksanakan beberapa program improvisasi sebagai apresiasi GP Ansor atas berbagai peristiwa yang terjadi di negeri ini, khususnya terhadap keadaan darurat dan bencana alam. Dalam hal ini, segera setelah terjadi bencana gempa bumi dan gelombang tsunami dahsyat yang menimpa saudara-saudara kita di Nanggaro Aceh Darussalam, Pimpinan Pusat berupaya semaksimal mungkin turut meringankan saudara-saudara kita yang tertimpa musibah dengan cara mengirimkan bantuan pangan, bantuan obat-obatan, bantuan dana dan mengirim ratusan personel Banser secara periodik selama beberapa angkatan ke beberapa daerah pusat bencana. (Lihat juga Jejak Pengabdian Banser/Hernoe)




Fatayat NU Tolak Golput

Sidoarjo (GP-Ansor): Seluruh warga PC Fatayat NU Sidoarjo, dalam Pileg (pemilihan legeslatif) yang pelaksanaannya pada 9 April mendatang akan menggunakan hak pilihnya secara baik-baik sehingga tak Golput. Sebab, warga Fatayat, adalah para pemilih wanita yang nilai kontribusinya lebih dari 50 persen bila dibanding pemilih laki-laki.

“Sudah menjadi tekad Fatayat untuk mesukseskan pemilihan legislatif. Seluruh anggota Fatayat akan menggunakan hak pilihnya secara baik-baik sesuai aspirasi yang dinginkannya,” kata ketua PC Fatayat Sidoarjo, Subkhiyah Adimara, saat pembukaan Seminar Pemberdayaan Perempuan yang dilaksanakan oleh PAC Fayatat Tulangan di gedung pertemuan PG Toelangan, Ahad (22/3) kemarin.

Memang lanjutnya, secara organisatoris, PC Fatayat NU yang merupakan badan otonom di NU, adalah organisasi keagamaan dan sosial kemasyarakatan yang anggotanya adalah kaum perempuan yang sudah memiliki hak pilih.

Karenanya, dalam menjalankan politik kebangsaan, setiap anggota mempunyai hak pilih dan juga mempunyai hak dipilih bagi anggota Fatayat yang mencalonkan diri sebagai calon legislatif melalui partai yang memberangkatkannya.

Ditimpali oleh Laily Agustin, ketua PAC Fatayat NU Tulangan, kebijakan pimpinan cabang (PC) Fatayat telah dijalankan sebaik-baiknya dan telah disosialisasikan hingga ke tingkat ranting-ranting Fatayat yang ada di kelurahan dan desa-desa.

“Intinya, anggota Fatayat akan menggunakan hak suara sebaik-baiknya dan tidak ada yang golput,” tegas Laily Agustin.

Bahkan pihaknya juga menepis adanya rumor bahwa pelaksanaan seminar ini bertujuan untuk mendongkrak suara dari caleg tertentu. “Kegiatan ini tidak ada kaitannya dengan pencalegan. Murni kegiatan Fatayat untuk mencerdaskan anggota dan diikuti aksi untuk meningkat kesejahteraan melalui berbagai pelatihan dan seminar seperti ini,” tampiknya.

Bahkan lanjutnya, Panwas Tulangan juga diundang hadir termasuk juga Ir Damroni Chudlori, anggota DPRD Sidoarjo yang saat ini juga sedang mengikuti pencalegan.

Sedangkan nara sumbernya beragam, diantaranya H Shodikun Said, mantan ketua Intako, Anik Maslacha (politisi) dan Ratih Sanggarwati, mantan model.

Tingkatkan Penghasilan

Sementara itu, dalam ceramahnya, H Shodikun Said, mengajak agar seluruh anggota Fatayat produktif dengan mengembangkan berbagai ketrampilan yang dimiliki.

Di antaranya dengan mendayagunakan kemampuan seperti ketrampilan jahit, sulam benang, bordir, loundry, jahit tas dan yang lainnya, untuk peningkatan penghasilan keluarga.

“Yang menarik adalah usaha loundry, dimana selama ini hanya kebersihan pakaian saja yang diperhatikan namun kesucian pakaian kurang mendapat prioritas,” kata Shodikun Said.

Karenanya, bila anggota Fatayat memiliki usaha loundry dengan sendirinya akan mendapat hati bagi masyarakat karena mengetahui kebersihan dan kesucian pakaian.

Mendapati ceramah yang demikian, tidak kurang dari 120 peserta merasa sangat termotivasi. (yan)

http://www.gp-ansor.org/


Minggu, Maret 22, 2009

SEJARAH GERAKAN PEMUDA ANSOR


Gerakan Pemuda Ansor (disingkat GP Ansor) adalah sebuah organisasi kemasyaratan pemuda di Indonesia, yang berafiliasi dengan Nahdlatul Ulama (NU). Organisasi ini didirikan pada tanggal 24 April 1934. GP Ansor juga mengelola Barisan Ansor Serbaguna (Banser). GP Ansor merupakan salah satu organisasi terbesar dan memiliki jaringan terluas di Indonesia, dimana memiliki akar hingga tingkat desa.


Kelahiran Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor) diwarnai oleh semangat perjuangan, nasionalisme, pembebasan, dan epos kepahlawanan. GP Ansor terlahir dalam suasana keterpaduan antara kepeloporan pemuda pasca-Sumpah Pemuda, semangat kebangsaan, kerakyatan, dan sekaligus spirit keagamaan. Karenanya, kisah Laskar Hizbullah, Barisan Kepanduan Ansor, dan Barisan Ansor Serbaguna sebagai bentuk perjuangan Ansor nyaris melegenda. Terutama, saat perjuangan fisik melawan penjajahan dan penumpasan G30S, peran Ansor sangat menonjol.

Ansor dilahirkan dari rahim Nahdlatul Ulama (NU) dari situasi “konflik” internal dan tuntutan kebutuhan alamiah. Berawal dari perbedaan antara tokoh tradisional dan tokoh modernis yang muncul di tubuh Nahdlatul Wathan, organisasi keagamaan yang bergerak di bidang pendidikan Islam, pembinaan mubaligh, dan pembinaan kader. KH Abdul Wahab Hasbullah, tokoh tradisional dan KH Mas Mansyur yang berhaluan modernis, akhirnya menempuh arus gerakan yang berbeda justru saat tengah tumbuhnya semangat untuk mendirikan organisasi kepemudaan Islam.


Dua tahun setelah perpecahan itu, pada 1924 para pemuda yang mendukung KH Abdul Wahab, yang kemudian menjadi pendiri NU membentuk wadah dengan nama Syubbanul Wathan (Pemuda Tanah Air). Organisasi inilah yang menjadi cikal bakal berdirinya Gerakan Pemuda Ansor setelah sebelumnya mengalami perubahan nama seperti Persatuan Pemuda NU (PPNU), Pemuda NU (PNU), dan Anshoru Nahdlatul Oelama (ANO).


Nama Ansor ini merupakan saran KH. Abdul Wahab (ulama besar sekaligus guru besar kaum muda saat itu), yang diambil dari nama kehormatan yang diberikan Nabi Muhammad SAW kepada penduduk Madinah yang telah berjasa dalam perjuangan membela dan menegakkan agama Allah. Dengan demikian ANO dimaksudkan dapat mengambil hikmah serta tauladan terhadap sikap, perilaku dan semangat perjuangan para sahabat Nabi yang mendapat predikat Ansor tersebut. Gerakan ANO (yang kelak disebut GP Ansor) harus senantiasa mengacu pada nilai-nilai dasar Sahabat Ansor, yakni sebagai PENOLONG, PEJUANG DAN BAHKAN PELOPOR DALAM MENYIARKAN, MENEGAKKAN DAN MEMBENTENGI AJARAN ISLAM. Inilah komitmen awal yang harus dipegang teguh setiap anggota ANO (GP Ansor).


Meski ANO dinyatakan sebagai bagian dari NU, secara formal organisatoris belum tercantum dalam struktur organisasi NU. Hubungan ANO dengan NU saat itu masih bersifat hubungan pribadi antar tokoh. Baru pada Muktamar NU ke-9 di Banyuwangi, tepatnya pada tanggal 10 Muharram 1353 H atau 24 April 1934, ANO diterima dan disahkan sebagai bagian (departemen) pemuda NU dengan pengurus antara lain: Ketua H.M. Thohir Bakri; Wakil Ketua Abdullah Oebayd; Sekretaris H. Achmad Barawi dan Abdus Salam (tanggal 24 April itulah yang kemudian dikenal sebagai tanggal kelahiran Gerakan Pemuda Ansor).

Dalam perkembangannya secara diam-diam khususnya ANO Cabang Malang mengembangkan organisasi gerakan kepanduan yang disebut Banoe (Barisan Ansor Nahdlatul Oelama) yang kelak disebut BANSER (Barisan Serbaguna). Dalam Kongres II ANO di Malang tahun 1937. Di Kongres ini, Banoe menunjukkan kebolehan pertamakalinya dalam baris berbaris dengan mengenakan seragam dengan Komandan Moh. Syamsul Islam yang juga Ketua ANO Cabang Malang. Sedangkan instruktur umum Banoe Malang adalah Mayor TNI Hamid Rusydi, tokoh yang namaya tetap dikenang dan bahkan diabadikan sebagai salah satu jalan di kota Malang.


Salah satu keputusan penting Kongres II ANO di Malang tersebut adalah didirikannya Banoe di tiap cabang ANO. Selain itu, menyempurnakan Anggaran Rumah Tangga ANO terutama yang menyangkut soal Banoe.


Pada masa pendudukan Jepang organisasi-organisasi pemuda diberangus oleh pemerintah kolonial Jepang termasuk ANO. Setelah revolusi fisik (1945 – 1949) usai, tokoh ANO Surabaya, Moh. Chusaini Tiway, melempar mengemukakan ide untuk mengaktifkan kembali ANO. Ide ini mendapat sambutan positif dari KH. Wachid Hasyim – Menteri Agama RIS kala itu, maka pada tanggal 14 Desember 1949 lahir kesepakatan membangun kembali ANO dengan nama baru Gerakan Pemuda Ansor, disingkat Pemuda Ansor (kini lebih pupuler disingkat GP Ansor).


GP Ansor hingga saat ini telah berkembang sedemikian rupa menjadi organisasi kemasyarakatan pemuda di Indonesia yang memiliki watak kepemudaan, kerakyatan, keislaman dan kebangsaan. GP Ansor hingga saat ini telah berkembang memiliki 433 Cabang (Tingkat Kabupaten/Kota) di bawah koordinasi 32 Pengurus Wilayah (Tingkat Provinsi) hingga ke tingkat desa. Ditambah dengan kemampuannya mengelola keanggotaan khusus BANSER (Barisan Ansor Serbaguna) yang memiliki kualitas dan kekuatan tersendiri di tengah masyarakat.


Di sepanjang sejarah perjalanan bangsa, dengan kemampuan dan kekuatan tersebut GP Ansor memiliki peran strategis dan signifikan dalam perkembangan masyarakat Indonesia. GP Ansor mampu mempertahankan eksistensi dirinya, mampu mendorong percepatan mobilitas sosial, politik dan kebudayaan bagi anggotanya, serta mampu menunjukkan kualitas peran maupun kualitas keanggotaannya. GP Ansor tetap eksis dalam setiap episode sejarah perjalan bangsa dan tetap menempati posisi dan peran yang strategis dalam setiap pergantian kepemimpinan nasional.


http://www.gp-ansor.org/