Selasa, Maret 24, 2009

Masa Reformasi

PERAN GERAKAN PEMUDA ANSOR PADA MASA REFORMASI / TRANSISI (1999 - Sekarang)

GP Ansor pada masa reformasi menghadapi tantangan yang sangat berat, berada di tengah situasi eksternal organisasi yang berkembang dengan dinamika dan dialektika yang sangat rumit sehingga tidak mudah untuk diikuti. Di satu pihak, geopolitik dunia sedang mengalami pergeseran signifikan setelah terjadi serangan terorisme terhadap Pentagon dan Menara Kembar di Amerika Serikat. Gerakan International memberantas terorisme, telah merubah peta politik dan ekonomi internasional yang kurang menguntungkan bagi umat Islam, karena kampanye anti terorisme tersebut oleh sebagian pihak telah dimanfaatkan sebagai sentimen anti Islam.

Gerakan Keagamaan Islam di seluruh dunia, tak terkecuali di Indonesia menghadapi trauma. Jika kurang berhati-hati tentu akan terkena stigma teroris yang sedang menjadi musuh dunia. GP Ansor tak luput dari stigma tersebut, meskipun kita senantiasa mengembangkan paham Islam Ahlussunnah wal jamaah yang mengedepankan prinsip toleransi, keseimbangan, jalan tengah dan prinsip keadilan.

Salah satu ensiklopedi yang terbit di Perancis bahkan nyata-nyata menyebut bahwa Banser adalah organisasi teroris. Tentu kita melayangkan protes keras kepada Pemerintah Perancis seraya mendesak agar ensiklopoedi tersebut ditarik dari peredaran, karena senyatanya GP Ansor dan Banser adalah bagian dari komunitas gerekan Islam Indonesia yang senantiasa menyerukan perdamaian dan menghindari rasa permusuhan. Dalam hal ini Sahabat Rofiq, Ketua PW GP Ansor Jawa Timur, kita tugaskan ke Perancis khusus untuk menjelaskan tentang posisi Ansor dan Banser sebagai bagian dari gerakan Islam yang cinta damai dan toleran.

Dipihak lain, dari dalam negeri kita sendiri GP Ansor menghadapi masalah yang tidak kalah rumitnya. Krisis multi-dimensi terus terjadi dan mengakibatkan berbagai kerawanan dan ancaman. Begitu tidak pastinya situasi di dalam negeri, sampai-sampai kepengurusan Ansor periode 2000-2005 telah mengalami 3 kali pergantian kepemimpinan nasional, yakni sejak Presiden BJ. Habibie, Presiden KH. Abdurrahman Wahid, Presiden Megawati Soekarnoputri dan Presiden ini Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono.

Situasi transisional yang dihadapi bangsa ini telah menimbulkan berbagai masalah serius dalam berbagai bidang kehidupan. Dalam kehidupan sosial politik, telah terjadi konflik horisontal antar sesama kelompok masyarakat, terjadi antagonisme regional sebagai dampak dari penerapan sistem otonomi daerah, terjadi gejolak disintegrasi untuk memisahkan diri dari pangkuan NKRI dan terjadi berbagai kasus anarkhisme dan pemaksaan kehendak yang mencedarai proses transisi menuju demokrasi.

Meskipun berbagai perubahan tak jarang membuat GP Ansor dihadapkan pada situasi sulit, namun secara umum perubahan konstelasi nasional justru semakin kondusif bagi pengembangan GP Ansor saat ini maupun ke depan, dibandingkan 5 atau 25 tahun silam. Kondisi makro yang makin menguntungkan organisasi massa besar seperti Ansor adalah semaking meningkatnya kelembagaan demokrasi di Indonesia. Kemajuan besar tatatanan demokrasi tampak jelas dari pergeseran aturan main pemilihan presiden hingga Kepala Daerah yang semula dipilih melalui Perwaklan (Parlemen) kini dipilih langsung oleh rakyat.
Bagi GP Ansor, semakin terlembaganya tatanan politik partisipatoris yang diwujudkan dalam pemilihan Presiden dan Kepala Daerah secara langsung oleh rakyat, merupakan perkembangan sangat positif, sebab, kekuatan Ansor selama ini memang terletak pada jumlah pendukung yang besar. Kendati Ansor bukan organisasi politik, mau tidak mau dalam tatanan yang demokratis seperti itu mereka yang punya latar belakang organisasi massa besar seperti Ansor memiliki nilai tawar yang besar dalam proses pemilihan pejabat publik secara langsung.

Diantara manfaat yang telah dirasakan GP Ansor dari kondisi tersebut, adalah tersebarnya kader GP Ansor di banyak posisi strategis. Kondisi ini berbeda dengan era 1970-an sampai 1990. Pada era tatanan politik yang monolitik itu sangat sulit menemukan kader Ansor mendapat posisi strategis di Pusat atau di daerah. Paling banter kader Ansor menduduki jabatan di Departemen Agama atau menjadi anggota DPR dengan jumlah yang sedikit dan itupun sekedar pinggiran.Tapi kini di era demokrasi yang terbuka, kader Ansor sangat mudah ditemukan memegang jabatan penting seperti Bupati/Wakil Bupati, anggota DPR atau DPRD dan lain-lain.

Dalam wilayah politik praktis efek penyebaran ini terlihat dari terekrutnya kader Ansor di hampir semua partai besar hasil Pemilu 2004. Penyebaran kader Ansor juga dapat diartikan sebagai tingginya kepercayaan masyarakat terhadap organisasi kepemudaan NU ini yang senantiasa konsisten menjaga jarak dengan semua kekuatan politik yang ada.
Berbagai perkembangan positif ini tidak membuat GP Ansor terlena. Sebaliknya, ini memacu Ansor untuk meningkatkan potensi diri dan mengembangkan kiprah pengabdiannya di masyarakat. Di sinilah kita semua menyadari bahwa peningkatan kualitas sumberdaya manusia kader Ansor masih banyak yang perlu ditingkatkan. Para kader yang lebih banyak berbasis di daerah, memiliki kelemahan dalam hal kualitas sumberdaya manusia dan kelemahan dalam hal penguasaan sumberdaya ekonomi.

Kualitas sumberdaya manusia di tingkat Pimpinan Cabang, Wilayah dan Pusat memang menunjukan gejala peningkatan. Bahkan tidak sedikit jajaran pengurus yang menempuh jenjang pendidikan Pasca Sarjana. Mereka tentu membawa berbagai kemajuan baik ditingkat pengayaan wacana maupun pelaksanaan program kerja, meskipun potensi yang cukup baik tersebut belum dapat dimanfaatkan secara optimal oleh Ansor.

Untuk mengatasi berbagai kelemahan dan kekurangan tersebut, selama 5 tahun terakhir GP Ansor telah merealisasikan berbagai program yang diarahkan pada peningkatan kualitas sumberdaya manusia kader Ansor, dengan tujuan utama untuk mendukung eksistensi dan peranan Ansor agar dapat terus mengkhidmatkan diri bagi upaya perbaikan peri kehidupan bersama dalam bingkai negara yang bersatu dan bersaudara.

Sementara untuk mengimbangi masa transisi demokrasi yang berjalan cepat selama masa 5 tahun terakhir, GP Ansor melalui aksi-aksi nyata dan pengayaan wacana berusaha turut menjaga agar perubahan itu dapat berjalan dinamis dan konstruktif. Ansor senantiasa berada dalam posisi menjaga keseimbangan diantara berbagai keeseimbangan diantara berbagai kesikap berimbang sulit ditemukan kejernihan dan kearifan dalam menyikapi perubahan, sehingga bukan tidak mungkin wahana-wahana kebebasan yang diberkan oleh zaman berubah menjadi lahan anarkhirme yang merusak tatanan hukum dan tatanan kemasyarakatan kita.

Atas dasar kearifan dan kejernihan sikap Ansor, dan tentu saja komponen masyarakat yang lain, akhirnya kita bersyukur bahwa kita semua dapat melewati masa-masa sulit tersebut dengan tanpa pernah mengorbankan harga diri dan komitmen-komitmen dasar organisasi.

Dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, pengurus PP GP Ansor masa khidmat 2000-2005 senantiasa bertumpu pada hasil-hasil� permusyawaratan pada Kongres XII GP Ansor di Surakarta tahun 2000, yang terangkum dalam Sapta Khidmat GP Ansor yang merupakan pokok-pokok program pengkhidmatan GP Ansor selama lima tahun masa kepengrusan kami. Sapta Khidmat tersebut adalah sebagai berikut:

1. Meningkatan pelaksanaan kesadaran dan tanggungjawab berwarganegara dalam wadah NKRI.
2. Pengembangan partisipasi aktif dalam pelaksanaan otonomi daerah.
3. Peneguhan pelaksanaan khittah nahdliyah secara utuh, konsisten dan konsekuen.
4. Pemberdayaan sumberdaya manusia dibidang ekonomi, politik, Iptek, sosial budaya dan hukum.
5. Penguatan dan pengembangan institusi serta peningkatan kualitas organisasi dan kader.
6. Pengembangan paham ahlussunnah wal jamaah yang sesuai dengan perubahan zaman dan peradaban umat manusia.
7. Perintisan pembuatan jaringan kerjasama dan pelaksanaan program kerjasama dengan badan-badan internasional di bawah naungan PBB serta Ormas dan LSM luar negeri.

Dalam melaksanakan Sapta Khidmat yang pertama, GP Ansor menjalankan kiprahnya dengan mengedepankan hakekat keberadaan kita sebagai ummatan wasatho atau kaum yang berdiri di tengah dan mempersatukan semua golongan masyarakat. Kita senantiasa berupaya sekuat tenaga turut mewujudkan persatuan dan persaudaraan kebangsaan yang menurut hemat kami sedang mengalami ancaman serius dari dampak euforia reformasi, yang bukan tak mungkin mengarah pada disintegrasi dan konflik komunal yang tak kunjung berhenti. Oleh karena itu selama lima tahun kepemimpinan saya GP Ansor senantiasa bergelut dengan situasi sulit lengkap dengan sejumlah masalah yang dihadapinya, dengan tetap menjaga kebersamaan, persatuan dan persaudaraan dengan komponen-komponen masyarakat lainnya.

Dalam melaksanakan Sapta Khidmat kedua, Pimpinan Pusat berusaha konsisten mengikuti semangat dan kehendak politik bangsa ini untuk mewujudkan otonomi daerah tidak saja dalam konteks desentralisasi administratif beberapa kewenangan pemerintah ousat ke pemerintah daerah, melainkan juga berupaya sekuat tenaga mewujudkan kemandirian dan otonomi masyarakat daerah untuk menyelesaikan masalah-masalah mereka sendiri, dengan cara turut merangsang tumbuhnya atmosfer sosial yang aman dan daman, sehingga proses peralihan kewenangan tersebut dapat berjalan dengan menghindari semaksimal mungkin timbulnya antagonisme regional dan konflik horisontal antar kekuata-kekuatan masyarakat di daerah itu sendiri.

Dalam kaitan ini, Pimpinan Pusat telah melaksanakan kajian dan evaluasi pelaksanaan otonomi daerah pada forum diskusi di Kantor PP GP Ansor, dan melaksanakan Rakor Regional GP Ansor se-Kalimantan dengan tema “Meningkatkan Partisipasi Aktif GP Ansor dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah” yang antara lain dihadiri oleh Menteri Kelautan dan Perikanan, Rokhmin Dahuri dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro.

Dalam pelaksanaan Sapta Khidmat yang ketiga, selam lima tahun Pimpinan Pusat senantiasa berupaya sekuat tenaga menjaga netralitas sikap institusional GP Ansor di tengah berbagai tarik-menarik kepentingan politik yang berkembang dinamis di tengah situasi transisional. Hal ini kami lakukan untuk memperteguh keputusan Muktamar NU di Lirboyo tahun 2000 dan Muktamar NU di Surakarta tahun 2005, yang menggariskan agar NU (dan tentu saja termasuk didalamnya GP Ansor) menjaga hubungan yang sama dengan semua partai politik sebagai implementasi dari khittah 1926.

Sebagai pelaksanaan khittah ini GP Ansor tidak saja menjaga jarak yang sama dengan semua partai politik, melainkan juga menjaga jarak yang sama dengan kekuasaan dan pemerintahan demi pemerintahan yang telah berganti selama era reformasi. Ketika KH. Abdurrahman Wahid masih menjabat sebagai Presiden RI, GP Ansor tak pernah menempatkan diri sebagai “anak emas” pemerintahan meskipun kita semua mengetahui bahwa beliau adalah mantan Ketua Umum PBNU.

Demikian pula ketika era pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri tiba. Meskipun saat itu diri saya masih menjadi anggota DPR dari F-PDIP, GP Ansor tetap berupaya bersikap netral dan kritis terhadap pemerintah. Ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menduduki jabatannya sejaka lima bulan yang lalu dimana saya diberi kepercayaan untuk menjadi salah seorang anggota Kabinet Indonesia Bersatu, sikap GP Ansor insya Allah tetap terjaga untuk senantiasa taat dan patuh pada amanat khittah tersebut.

Netralitas dan sikap kritis GP Ansor terhadap kekuasaan niscaya kita lakukan mengingat GP Ansor didirikan dan dibesarkan oleh sejarah bukan untuk mendukung atau menjatuhkan kekuasaan politik, melainkan sebagai bagian dari upaya dan cita-cita NU untuk berkhidmah kepada perjuangan bangsa dan negara dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Peran politik GP Ansor adalah sebuah keniscayaan, namun peran tersebut dilaksanakan dalam kerangka “politik kebangsaan”, yakni matra politik yang tidak ditujukan untuk mencapai kepentingan golongan maupun kepentingan sesaat, melainkan matra politik yang bertujuan jangka panjang melaksanakan amanat Pembukaan PD/PRT GP Ansor yang mencita-citakan terwujudnya masyarakat yang demokratis, adil, makmur dan sejahtera berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 serta mengembangkan ajaran Islam ahlussunnah wal jamaah.

Terhadap Sapta Khidmat keempat, Pimpinan Pusat berupaya semaksimal mungkin menjalankan tugasnya dalam kerangka pencapaian salah satu tujuan organisasi, yakni membentuk dan mengembangkan generasi muda Indonesia sebagai kader bangsa yang tangguh, memiliki keimanan dan ketaqwaan kepada Allah, berkepribadian luhur, berakhlak mulia, sehat, terampil, patriotik, ikhlas dan beramal sholeh. Hal ini kita lakukan dalam berbagai bentuk kegiatan riil seperti penguatan dan pemberdayaan Koperasi Wirausaha Nasional (Kowina) baik ditingkat pusat maupun di beberapa wilayah dan cabang, menyelenggarakan kegiatan Pendidikan Nasional Manajemen Koperasi, diskusi bulanan untuk umum yang membahas berbagai tema dan penyelenggaraan kegiatan peringatan hari besr keagamaan Islam secara kontinyu.

Dalam melaksanakan Sapta Khidmat yang kelima, Pimpinan Pusat meletakan masalah konsolidasi organisasi sebagai sesuatu yang utama. Dalam lima tahun masa khidmat ini tidak kurang dari 180 kegiatan konsolidasi ke daerah telah kami lakukan sehingga jika dihitung secara statistik maka rata-rata dalam setiap bulan terdapat tiga kali kunjungan ke daerah. GP Ansor juga telah menyelesaikan perumusan modul pelatihan kader dan penyempurnaan perangkat aturan serta moedul pelatihan Banser. Berbagai peraturan organisasi juga telah diputuskan pada forum Konferensi Besar di tempat ini pula pada bulan April 2002 guna meningkatkan kualitas kinerja organisasi yang kita cintai ini.
Diatas semua itu, seiring dengan pemekaran wilayah propinsi dan kabupaten/kota di beberapa daerah di Indonesia, GP Anspr telah berhasil membentuk 93 Pimpinan Cabang baru dan 5 Pimpinan Wilayah yang baru (Banten, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Gorontalo dan Maluku Utara). Dua Pimpinan Wilayah baru sekarang dalam proses pembentukan, yaitu Sulawesi Barat dan Irian Jaya Barat. Alhamdulillah, seluruh Cabang dan Wilayah baru tersebut saat ini dapat berada di tengah-tengah kita semua dan menjadi peserta penuh Kongres XIII karena telah memenuhi kualifikasi sebagaimana peraturan-peraturan yang berlaku.

Dalam melaksanakan Sapta Khidmat keenam, Pimpinan Pusat senantias menghadapi setiap perubahan kehidupan kemasyarakatan yang beberapa waktu lalu diwarnai oleh konflik horisontal bernuansa keagamaam di beberapa daerah, dengan tetap mempertahankan sikapnya yang anti kekerasan dan menghindari pemaksaan kehendak yang mengatasnamakan agama.

Pimpinan Pusat berkali-kali mengeluarkan seruan dan pernyataan sikap agar seluruh warga GP Ansor pada khususnya dan umat Islam Indonesia pada umumnya mengembangkan kehidupan beragama Islam yang toleran, damai, mengutamakan kebersamaan, sesuai dengan faham ahlussunnah wal jamaah yang mengutamakan prinsip dasar keseimbangan, toleransi, jalan tengah, dan prinsip keadilan. Pimpinan Pusat senantiasa menjaga agar kita semua senantiasa berdiri di tengah masyarakat Indonesia yang pluralistik ini dengan tanpa pernah memandang perbedaan-perbedaan primordialisme keagamaan dan kesukuan.

Dalam melaksanakan Sapta Khidmat yang ketujuh, GP Ansor tidak saja menjalin hubungan sinergis dan dialogis dengan kekuatan-kekuatan masyarakat yang lainnya, melainkan bahkan kita telah berkali-kali melaksanakan kegiatan bersama organisasi-organisasi kepemudaan yang lain. Bersama Pemuda Pancasila, Pemuda Muhammadiyah, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), GAMKI, Peradah, Gema Budhi dan lain-lain GP Ansor melaksanakan program Pelatihan Resolusi Konflik yang bekerjasama dengan Kedutaan Besar Inggris.

Pimpinan Pusat juga telah melaksanakan kegiatan Dialog Politisi Muda Indonesia Amerika dan berbagai kegiatan kunjungan ke kedutaan besar negara-negara sahabat seperti Kedutaan Besar Qatar, Australia, Amerika Serikat, China, Inggris dan lain-lain.
Disamping melaksanakan program dengan berpedoman pada Sapta Khidmat GP Ansor hasil Kongres XII di Surakarta, Pimpinan Pusat juga melaksanakan beberapa program improvisasi sebagai apresiasi GP Ansor atas berbagai peristiwa yang terjadi di negeri ini, khususnya terhadap keadaan darurat dan bencana alam. Dalam hal ini, segera setelah terjadi bencana gempa bumi dan gelombang tsunami dahsyat yang menimpa saudara-saudara kita di Nanggaro Aceh Darussalam, Pimpinan Pusat berupaya semaksimal mungkin turut meringankan saudara-saudara kita yang tertimpa musibah dengan cara mengirimkan bantuan pangan, bantuan obat-obatan, bantuan dana dan mengirim ratusan personel Banser secara periodik selama beberapa angkatan ke beberapa daerah pusat bencana. (Lihat juga Jejak Pengabdian Banser/Hernoe)




Tidak ada komentar:

Posting Komentar